Monday, November 23, 2009

DOA MOHON KUTUKAN



dengan sangat kumohon kutukanMu, ya Tuhan
jika itu merupakan salah satu syarat agar pemimpin-pemimpinku
mulai berpikir untuk mencari kemuliaan hidup,
mencari derajat tinggi dihadapanMu
sambil merasa cukup atas kekuasaan dan kekayaan yang telah ditumpuknya




dengan sangat kumohon kutukanMu, ya Tuhan
untuk membersihkan kecurangan dari kiri kananku,
untuk menghalau dengki dari bumi
untuk menyuling hati manusia dari cemburu yang bodoh dan rasa iri

dengan sangat kumohon kutukanMu, ya Tuhan
demi membayar rasa malu atas kegagalan menghentikan
tumbangnya pohon-pohon nilaiMu di perkebunan dunia
serta atas ketidaksanggupan dan kepengecutan dalam upaya
menanam pohon-pohonMu yang baru
ambillah hidupku sekarang juga,
jika itu memang diperlukan untuk mengongkosi tumbuhnya ketulusan hati,
kejernihan jiwa dan keadilan pikiran hamba-hambaMu di dunia
hardiklah aku di muka bumi, perhinakan aku di atas tanah panas ini,
jadikan duka deritaku ini makanan
bagi kegembiraan seluruh sahabat-sahabatku dalam kehidupan,
asalkan sesudah kenyang, mereka menjadi lebih dekat denganMu

jika untuk mensirnakan segumpal rasa dengki di hati satu orang hambaMu
diperlukan tumbal sebatang jari-jari tanganku, maka potonglah
potonglah sepuluh batangku, kemudian tumbuhkan sepuluh berikutnya
seratus berikutnya dan seribu berikutnya,
sehingga lubuk jiwa beribu-ribu hamba
Mumenjadi terang benderang karena keikhasan

jika untuk menyembuhkan pikiran hambaMu dari kesombongan
dibutuhkan kekalahan pada hambaMu yang lain,
maka kalahkanlah aku, asalkan sesudah kemenangan itu
ia menundukkan wajahnya dihadapanMu

jika untuk mengusir muatan kedunguan dibalik kepandaian hambaMu
diperlukan kehancuran pada hambaMu yang lain,
maka hancurkan dan permalukan aku,
asalkan kemudian Engkau tanamkan kesadaran fakir dihatinya

jika syarat untuk mendapatkan kebahagiaan bagi manusia adalah kesengsaraan manusia lainnya, maka sengsarakanlah aku
jika jalan mizanMu di langit dan bumi memerlukan kekalahan dan kerendahanku,
maka unggulkan mereka, tinggikan derajat mereka di atasku

jika syarat untuk memperoleh pencahayaan dariMu adalah penyadaran akan kegelapan,
maka gelapkan aku, demi pesta cahaya di ubun-ubun para hambaMu
demi Engkau wahai Tuhan yang aku ada kecuali karena kemauanMu,
aku berikrar dengan sungguh-sungguh
bahwa bukan kejayaan dan kemenangan yang aku dambakan,
bukan keunggulan dan kehebatan yang kulaparkan,
serta bukan kebahagiaan dan kekayaan yang kuhauskan

demi Engkau wahai Tuhan tambatan hatiku,
aku tidak menempuh dunia, aku tidak memburu akhirat,
hidupku hanyalah memandangMu
sampai kembali hakikat tiadaku

EMHA AINUN NADJIB


Puisi karangan Cak Nun ini dulu ngetop dibacakan para demonstran sesaat sebelum reformasi untuk mengutuk despotisme di masa itu. Gw gak pernah menyangka bahwa puisi ini ternyata harus bergema kembali di masa sekarang. Terutama saat kita menyimak berbagai pemberitaan akhir-akhir ini.

Hari ini, pemerintah resmi memblokir blogspot lewat berbagai ISP. Entah kapan matari akan bersinar di negeri ini... Tuhan, selamatkan kami!

Image from: http://silentwhisperss.wordpress.com/tag/anger-ruins-everything/

Wednesday, May 06, 2009

My Boring Ass Life by Kevin Smith



Kevin Smith has bundled his weblog up into a book of the same title, My Boring Ass Life: The Uncomfortably Candid Diary of Kevin Smith. Smith's an engaging writer about himself, family, and circle of friends; His tale of actor Jason Mewes' (he played Jay in Clerks) drug addiciton and subsequent rehab is especially fine. Available at Amazon or through Smith himself, signed.

The Future of Ideas




The Future of Ideas: the fate of the commons in a connected world (2001) is a book by Lawrence Lessig, a professor of law at Stanford Law School, who is well known as a critic of the extension of the copyright term in US. It is a continuation of his previous book Code and Other laws of Cyberspace, which is about how computer programs can restrict freedom of ideas in cyberspace.

While copyright helps artists get rewarded for their work, Lessig warns that a copyright regime that is too strict and grants copyright for too long a period of time (i.e. the current US legal climate) can destroy innovation, as the future always builds on the past. Lessig also discusses recent movements by corporate interests to promote longer and tighter protection of intellectual property in three layers: the code layer, the content layer, and the physical layer.

The code layer is that which is controlled by computer programs. One instance is Internet censorship in mainland China by sorting out geographical IP addresses. The content layer is notoriously illustrated by Napster, a file sharing service. Lessig criticizes the reaction of music companies and Hollywood. The physical layer is the one that actually conveys information from one point to another, and can be either wired or wireless. He discusses particularly the regulation of the radio spectrum in the USA.

In the end, he stresses the importance of existing works entering the public domain in a reasonably short period of time, as the founding fathers intended.

On 15 January 2008, Lessig announced on his blog that his publishers agreed to license the book under a Creative Commons Attribution-Noncommercial license, and the book in PDF format can be downloaded freely.

Monday, March 16, 2009

Food for Brain

The books you read directly affects the performance of your brain. It has been proven that by reading the right book, you can boost your IQ, improve your mood, be more emotionally stable, sharpen your memory and keep your mind young.

If you give your brain the right inspiration, you will be able to think quicker, have a better memory, be better coordinated and balanced and have improved concentration. Discover some food for my brain here...




Friday, January 23, 2009

Teks Pidato Barack Obama saat Pelantikan




Amerika Teman Seluruh Bangsa



Teman-teman,




Hari ini, saya berdiri di sini, siap menghadapi tugas-tugas yang menghadang, bersyukur atas kepercayaan yang Anda berikan, menghargai pengorbanan para pendahulu kita. Saya berterima kasih kepada Presiden Bush karena sudah menuntaskan pengabdiannya pada negara, juga atas kemurahan dan kerja samanya selama masa transisi.

Sekarang, genap sudah empat puluh empat warga Amerika yang mengikrarkan sumpah kepresidenan. Janji sudah diucapkan di tengah meningkatnya kemakmuran dan terperliharanya perdamaian. Meskipun, sering kali pengambilan sumpah terjadi saat awan berarak-arak dan badai mengancam. Sampai saat ini, Amerika masih mampu bertahan bukan semata-mata karena kemampuan atau visi mereka yang menduduki jabatan penting, tapi lebih karena kita sebagai rakyat tetap setia pada ideologi para pendiri negara dan memegang teguh dokumen-dokumen fundamental.

Fakta bahwa kita berada di tengah krisis, kini bisa dipahami dengan baik. Bangsa ini sedang menghadapi perang melawan lingkaran kejahatan dan kebencian yang sulit diuraikan. Perekonomian kita benar-benar lumpuh, dampak keserakahan dan tidak bertanggung jawabnya sekelompok kecil orang. Tapi, juga karena kegagalan kita memberikan pilihan-pilihan dan mempersiapkan bangsa ini menyambut era baru. Rumah disita, pekerjaan lepas, bisnis kacau. Jaminan kesehatan pun menjadi sangat mahal; pendidikan tidak terjangkau seluruh kalangan; dan tiap hari semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa gaya konsumsi energi kita kian mempertebal rasa permusuhan dan mengancam keselamatan bumi.

Data dan statistik yang muncul mengindikasikan bahwa kita sedang menghadapi krisis. Satu yang tidak kalah penting tapi sering diabaikan adalah semakin berkurangnya rasa percaya diri di seluruh pelosok negeri - sebuah komplain yang mengandung kekhawatiran bahwa tenggelamnya Amerika tidak terelakkan. Dan, generasi berikutnya juga harus memangkas ekspektasi mereka.

Hari ini, saya tegaskan kepada Anda sekalian bahwa tantangan-tantangan yang kita hadapi itu nyata adanya. Semua itu serius dan majemuk. Semua itu tidak akan bisa diselesaikan dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Tapi, ketahuilah ini Amerika - seluruh tantangan itu akan mampu kita hadapi bersama.

Pada hari ini, kita berkumpul karena kita lebih memilih harapan ketimbang ketakutan dan persamaan kepentingan daripada konflik dan perselisihan.

Pada hari ini, kita datang untuk memproklamasikan berakhirnya keluhan-keluhan yang picik dan janji-janji palsu. Berakhirnya saling tuding dan penerapan dogma-dogma yang tidak perlu, yang sudah terlalu lama mewarnai panggung politik kita.

Negeri ini masih tetap dianggap muda, tapi meminjam istilah Alkitab, sudah tiba masanya untuk menyudahi sifat kekanak-kanakan. Waktunya sudah tiba untuk menyalakan kembali semangat juang kita; untuk memilih sejarah yang lebih baik; untuk tetap memelihara anugerah istimewa, ide-ide yang mulia, yang diturunkan dari generasi ke generasi. Yakni, bahwa Tuhan memandang semua orang sama. Semuanya memiliki hak yang sama untuk menikmati kebebasan dan berhak mengejar kebahagiaan masing-masing.

Menegaskan kembali kebesaran bangsa ini, kita harus benar-benar memahami bahwa keagungan bukanlah sesuatu yang diberikan begitu saja. Itu harus diupayakan. Perjalanan kita bukanlah jalan pintas dan sama sekali tidak mudah. Bukan perjalanan mereka yang suka santai - yang lebih memilih bersenang-senang daripada bekerja atau hanya melulu mengejar kemewahan dan ketenaran. Sebaliknya, mereka yang berani menghadapi risiko, para pelaku, para pembuat keputusan - sebagian masih dikenang sampai sekarang, tapi sebagian besar adalah perempuan dan laki-laki pekerja keras biasa, yang telah menempuh perjalanan jauh dan merintis jalan menuju kemakmuran dan kebebasan.

Demi kita, mereka rela mengemas harta yang tidak seberapa dan bepergian menyeberang samudera dalam mencari kehidupan baru.

Demi kita, mereka rela bekerja keras dan berkeringat dan menetap di Barat; bertahan dalam cambukan dan membajak tanah yang benar-benar keras.

Demi kita, mereka berjuang dan meregang nyawa, di tempat-tempat seperti Concord dan Gettysburg; Normandy dan Khe Sanh.

Perempuan serta laki-laki pejuang itu berusaha keras dan rela berkoban dan tidak berhenti berupaya sampai tangan mereka kasar. Semuanya hanya demi kehidupan yang lebih baik. Mereka memandang Amerika lebih dari sekedar sejumlah individu yang ambisius; lebih dari sekedar perbedaan kelahiran, kekayaan atau faksi.

Itulah perjalanan yang masih harus kita teruskan hari ini. Kita masih tetap bangsa yang paling makmur dan paling berkuasa di bumi. Para pekerja Amerika sama sekali tidak mengendurkan produktivitas mereka saat krisis terjadi. Kita juga masih tetap terus berinovasi, stok barang dan jasa juga masih tetap sama dengan pekan lalu atau bulan lalu atau tahun lalu. Kapasitas dan kemampuan kita tidak tergerus. Tapi, masa berbangga diri karena mampu melindungi sejumlah kepentingan dan mengesampingkan keputusan yang tidak menyenangkan - jelas sudah berlalu. Mulai hari ini, kita harus kembali berdiri tegak, menyingsingkan lengan baju dan mulai kembali bekerja untuk membangkitkan Amerika.

Kemana pun mata memandang, selalu ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Perekonomian menyerukan kepada kita untuk beraksi, lebih berani dan tangkas, dan kita akan segera melakukannya. Tidak hanya menciptakan lapangan kerja baru, tapi juga meletakkan landasan-landasan yang baru untuk tumbuh. Kita akan membangun jalan-jalan dan jembatan, sambungan listrik, dan jaringan digital yang akan mendukung sektor perdagangan dan menyatukan kita bersama. Kita juga akan mengembalikan sains pada tempat semestinya dan memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan menjadikannya lebih murah. Kita akan memanfaatkan tenaga matahari dan angin dan juga tanah dengan maksimal, untuk menggerakkan kendaraan-kendaraan kita dan pabrik yang ada. Dan, kita juga akan meremajakan sekolah dan perguruan dan universitas yang ada supaya bisa memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Semua itu bisa kita lakukan. Semua itu akan segera kita lakukan.

Kini, ada beberapa yang mempertanyakan seberapa besar ambisi kita - ada yang menyatakan bahwa sistem kita tidak akan bisa menoleransi terlalu banyak agenda besar. Kenangan mereka sungguh pendek. Mereka tidak bisa lagi mengingat apa saja yang sudah berhasil dilewati bangsa ini; apa yang bisa dicapai perempuan dan laki-laki bebas saat imajinasi dipersatukan dengan tujuan-tujuan yang lazim dan keberanian.

Yang tidak bisa dipahami mereka yang sinis adalah bahwa tanah sudah terbelah diantara mereka - dan bahwa argumen politik yang selama ini diperdebatkan sudah tidak ada lagi. Pertanyaan yang kita lontarkan hari ini adalah apakah pemerintah kita terlalu besar atau terlalu kecil. Apakah program-program yang diterapkan bisa berjalan dengan baik - apakah itu bisa membantu keluarga-keluarga Amerika memperoleh pekerjaan dengan penghasilan layak, bisa mendapatkan layanan kesehatan yang terjangkau dan uang pensiun yang cukup. Jika jawabannya ya, maka kita harus terus maju. Tapi, jika jawabannya tidak, maka program-program itu akan segera dihentikan. Rekan-rekan kita yang menyimpan dolar harus bisa bertanggung jawab atas simpanannya. Mereka harus bisa membelanjakannya dengan bijak, mereformasi kebiasaan buruk, dan menjalankan bisnis dengan transparan - sebab hanya dengan cara demikian kepercayaan yang tulus antara rakyat dan pemerintah terjalin.

Pertanyaan yang ada di hadapan kita bukan tentang dorongan pasar yang mengacu pada kebaikan atau keburukan. Kemampuan pasar untuk memupuk kekayaan dan memperluas kebebasan sudah tidak cocok lagi. Tapi, krisis ini telah mengingatkan kita kembali bahwa tanpa pengawasan yang ketat, pasar bisa memutarbalikkan kendali kita - dan sebuah negara tidak akan bisa makmur dalam jangka waktu lama jika hanya melulu membicarakan tentang kemakmuran. Keberhasilan ekonomi kita selalu bergantung bukan hanya pada ukuran gross domestic product kita, tapi juga pencapaian kemakmuran; kemampuan memperluas kesempatan bagi siapa pun juga - bukan karena amal, tapi karena itu adalah satu-satunya jalan yang paling memungkinkan dalam konteks barang.

Terkait pertahanan, kita menolak kepalsuan dalam mewujudkan keselamatan dan tujuan hidup. Para Bapak Bangsa....bapak-bapak bangsa kita menyusunnya dengan ketakutan yang sangat yang bahkan tidak bisa kita bayangkan, sebuah piagam yang mengatur tentang hukum dan hak-hak kemanusiaan. Sebuah piagam yang masih terus dijadikan pedoman dari generasi ke generasi. Tujuan-tujuan yang tercantum di sana masih tetap menjadi cahaya dunia dan kita tidak akan pernah menyerah. Dan, bagi seluruh masyarakat dan pemerintahan yang menyaksikan peristiwa hari ini, mulai dari ibu kota yang megah sampai ke pelosok dusun tempat ayah saya dilahirkan, tahu bahwa Amerika adalah teman bagi seluruh bangsa, semua perempuan dan laki-laki dan anak-anak yang mengharapkan masa depan penuh kebaikan. Dan, bahwa sekali lagi, kami siap menjadi pemimpin.

Mengenang bahwa generasi-generasi sebelum kita harus berkutat dengan fasisme dan komunisme tidak hanya dengan rudal dan tank, tapi kesetiakawanan dan kepercayaan. Mereka paham, dengan mengandalkan tenaga sendiri, kita tidak bisa terlindungi. Tapi, mereka juga tidak mengajarkan kita untuk bertindak semaunya. Setidaknya, mereka paham bahwa kekuatan kita tumbuh dari semangat kehati-hatian; keamanan tercipta dari keadilan, keteladanan dan juga kualitas mengendalikan sesuatu.

Kita semua adalah pewaris. Sesuai prinsip-prinsip yang ada, kita bisa menghadapi seluruh ancaman tersebut. Tentu saja dengan upaya yang lebih serius dan juga kerjasama lebih luas dengan beberapa negara. Kita akan berusaha keras mengembalikan Iraq ke pangkuan rakyatnya dan mewujudkan perdamaian di Afghanistan. Bersama dengan kawan lama dan mungkin juga musuh bebuyutan, kita akan bekerja tanpa lelah melenyapkan ancaman nuklir dan membahas planet yang makin hangat. Kami juga tidak akan memberikan ampun kepada musuh atau menyerah pada musuh. Mereka yang berusaha keras mencapai tujuannya dengan menyebarkan teror dan juga ancaman, kami akan tegaskan kepada kalian bahwa saat ini semangat kami sudah lebih kuat dan tidak mudah dipatahkan. Kalian tidak akan bisa lagi mempermainkan kami, dan kami akan segera mengalahkan kalian. (Disarikan dari Associated Press/hep/ttg)
IBX5899AACD4E772