Thursday, July 31, 2003

Bang Iwan, Buble dan Novel tanpa Huruf 'R'

Lama tidak hadir, karena sibuk mengisi halaman lain. Jadi jangan lupa pada mampir ke halaman gw yg lain. Lama gak ngisi jurnal bukan berarti gak banyak yang didapat. Banyak juga kepingan berarti yang didapat di pinggir jalan hidup:

Menyoal pendapatan, minggu ini diawali dengan konser Iwan Fals yang menyenangkan.

Biarpun sudah lama tidak serius mengikuti Bang Iwan, ternyata Konser Mini Malam Senin itu benar-benar mengembalikan spirit ke-fals-an gw. Apalagi Bang Iwan sebagian besar membawakan lagu-lagu lama yang sudah gw kenal dan hapalkan, jadi biarpun sudah tidak muda lagi, gw bisa ikut bersimbah peluh, larut dalam spirit konser yang begitu hangat. Ditambah pula nonton dengan teman-teman yang 'tepat' dari Lesehan Musik dan Intan yang paling enak di-ceng-in dan digangguin.
20 tahun perjalanan panjang Iwan Fals dalam kancah musik Indonesia, telah menjadikannya bagian integral yang penting dalam sejarah musik Indonesia. Bang Iwan telah menjadikan dirinya dan musiknya sebuah fenomena sosial yang tak terbantahkan. Bukan sekedar fenomen musiman a la Inul dan Joshua, tapi juga menjadi bagian dari transformasi sosial masyarakat Indonesia.
Lewat album In Collaboration With, Bang Iwan membuktikan bahwa dirinya bukan mahluk soliter dalam peta musik Indonesia. Bang Iwan pun mampu berkolaborasi dengan sejumlah musisi papan atas yang bisa dianggap paling dominant dalam 5 tahun terakhir; Pongki Jikustik, Eross Sheila On 7, Piyu, Kikan dan jagoan gaek Harry Roesli. Hampir semua lagu dalam album ini layak diunggulkan, namun Rinduku (Harry Roesli) bisa jadi mencuri perhatian lebih, selain tentu saja single pertamanya Aku Bukan Pilihan (Pongki). Lewat Ancur (Azis Jamrud), Iwan mampu memukau dengan interpretasinya yang memadai untuk karakter Jamrud.
Kenapa Bang Iwan mau berkolaborasi? Jawabnya simple saja, "Di televisi aku lihat mereka adalah musisi yang handal. Makanya aku putuskan untuk bekerjasama dengan mereka,"ungkap Iwan. Dan sebagai yang senior, Iwan pun memberi kebebasan pada mereka dalam lagu atau aransemen, "Aku biarkan mereka berkarya sebagai diri mereka sendiri, kendati pada akhirnya mereka pun mempelajari karakterku, tapi aku juga mempelajari karakter karya mereka. Jadi akhirnya sama-sama mendalami dan akhirnya ketemu."ungkap bang Iwan dalam press release resminya. Bang Iwan sendiri tak ragu-ragu memuji adik-adik kelasnya itu,"Kikan misalnya, aku suka mendengar cara dia bernyanyi. Rileks seperti mendengar seseorang bernyanyi di beranda rumah pada senja hari," ungkap Bang Iwan dengan puitis.
Masalah tema yang semua cinta itu, Bang Iwan menjelaskan pula, bahwa ini adalah targetnya dikekinian. Dalam kondisi yang carut marut begini, sepertinya semua orang mesti disiram dengan cinta, karena itu meneduhkan. Cinta dalam skala besar, hubungan antar manusia, dari yang pribadi sampai kasih sayang massal. Ternyata Bang Iwan tetap sedang melakukan aksi protes terhadap zaman, tapi kali ini dengan bahasa yang paling universal dan halus; cinta!


link menuju Iwan Fals:
Iwan Fals' Official Site

Minggu ini dilanjutkan dengan penemuan gw terhadap Michael Bublé.

Bagi penggemar Swing Jazz, Michael Bublé (baca Boo-Blaay) jelas-jelas merupakan alternatif yang menyegarkan. Bocah Vancouver ini mampu membangun suasana mengayun (baca: nge-swing). Bermodal 13 tembang daur ulang yang sebagian besar diaransemen ulang dan diproduseri oleh David Foster dan Humberto Gatica, sangat mungkin Bublé akan meramaikan bursa Swing Jazz dunia. Kissing A Fool dan Fever adalah 2 single yang diandalkan untuk menjadi hits. Namun pilihan terhadap tembang-tembang lawas ini membuat Bublé lebih lentur mencuri perhatian. Album ini diproduseri juga oleh penyanyi gaek Paul Anka. Tapi jangan kaget, kalau gambaran penyanyi aslinya membayangi kenikmatan mendengarkan, namanya juga lagu daur ulang. Tapi yang jelas album ini definetely recommended whenever you feel a little bit romantic. Cepet-cepet dengerin album ini, soalnya ada bocoran kalo tgl 17 September ini si Bublé ini bakal ke Jakarta untuk promo albumnya.

link menuju Michael Bublé:
Michael Bublé
Reprise

Satu penemuan terakhir minggu ini adalah Novel Tanpa Huruf "R".

Sebenernya gw baru nonton trailernya walaupun berkali-kali, ditambah video klip-nya Slank yang juga digarap sekaligus oleh Aria Kusumadewa. Hari ini kebetulan gw dapetin press releasenya Novel Tanpa Huruf 'R' karya Aria Kusumadewa yang dibintangi Lola Amaria, Agastya, Yatty Surachman, Ine Febriyanti, Irma Hutabarat

Bukan hal baru film nasional diproduksi dalam format video digital dan modus produksi independen. Yang tidak biasa adalah modus distribusi film yang juga independen dan tidak mengikuti jalur bioskop pada umumnya. Namun itu yang dipilih sineas muda Aria Kusumadewa (Dewi Selebriti & Beth). Tidak seperti umumnya film nasional yang diblow-up ke 35 mm. Arya menolak proses itu karena transfer ke seluloid itu akan menurunkan kualitas estetika gambar secara tragis dan drastis.
Film ini berkisah tentang kemalangan demi kemalangan yang harus ditimpa seorang solitarian bernama Drum (Agastya), sehingga dia menjadi pribadi yang lekat dengan kekerasan. Ia justru merekam kekerasan. Catatannya atas kekerasan itu diterbitkan dalam sebuah novel. Namun jalan hidup Drum itu tiba-tiba menikung ketika tiba-tiba muncul seorang Air Sunyi (Lola Amaria) yang menentangnya. Kehadiran Air Sunyi yang membangkitkan kenangan dan traumanya.
Aria berhasil membuktikan bahwa sineas Indonesia tak ketinggalan jauh dari film asing. Tak hanya mengandalkan jalan cerita yang kuat, film ini pun indah secara sinematografis. Aria berhasil mematahkan mitos bahwa film bagus itu harus tak jelas. Film produksi Tit's Film Workshop (Hihihi...kalo aja Aria kuliah jaman sekarang bisa jadi nama perusahaan filmnya Baks Film Workshop) ini pun didukung original score menawan yang digarap Fahmi Alatas (Aku Ingin Menciummu Sekali Saja) dan original soundtrack yang dinyanyikan oleh Slank, Rikka dan Rulionzo dari Gang Potlot. Herannya VK "Bulan-Bintang" yang digarap Aria koq tak kunjung tayang ya? Padahal bagus banget tuh. Satu pertanyaan yang tersisa, apakah melawan kekerasan akan berhasil dengan mempertontonkan perihnya kekerasan?


Thursday, July 17, 2003

Kamus Gaul

Masing-masing manusia punya kekuatan, keasyikan dan kelemahannya sendiri-sendiri. "Wong akeh pirang-pirang", kata Sugeng, seorang sahabat dari masa lalu. Kalau kata gw, kita harus siap hidup dimana saja. Ekstremnya itu bahkan kita miskin pun harus gembira. Kita dalam keadaan apa pun harus tetap menemukan kegembiraan hidup, semangat hidup.

Nah, masing-masing punya kelemahan, orang bergaul itu mesti mengerti jarak karena hidup itu sebenarnya disiplin jarak. Semua ada jaraknya supaya tetap obyektif.

Salah satu hakikat ilmu hidup konon hakikat magnet, kenapa bumi, bulan dan semua benda langit selalu berada di koordinat yang seimbang satu sama lain. Karena ada dialektika magnetik antara benda-benda langit, kalau ada yang nyolong dikit daya magnetnya, dia akan membentur dan mengacaukan alam semesta. Fisik juga sebenarnya seperti itu, badan kita juga seperti itu. Kenapa dia bisa jadi suatu komposisi seperti ini? Karena dia memiliki perhubungan magnetik satu sama lain diantara partikel-partikel atom-atom proton, elektron, neutron sehingga segala macam itu sedemikian rupa sehingga keseimbangannya terjaga.

Dari kosmologi makro dan biologi mikro tadi kita belajar bercermin untuk menciptakan masyarakat yang mengerti jarak, orang sekarang ini khan gampang tenggelam, gampang latah, ngikut. Ada ini mau, ada itu dimakan, orang tidak bisa ambil jarak, orang tidak tahu magnet sosialnya, itu yang bikin orang tidak punya tradisi obyektif dalam melihat segala sesuatu, karena dia langsung tenggelam. Masalahnya kita tidak terdidik sama sekali untuk itu sama sekali, bahkan juga tokoh-tokoh kita. Banyak yang jatuh karena keliru jarak itu akhirnya kehilangan kuda-kuda, kehilangan titik koordinat yang obyektif.

"Sebenarnya begini, Saya bergaul dengan siapa saja, tapi pergaulan saya dengan mereka itu menomorduakan status sosial", kata Emha Ainun Nadjib.

Ada teori transendensi yakni teori pembebasan diri. Boleh saja masuk kandang kambing tapi khan tidak harus mengembik, tak perlu jadi kambing, khan banyak yang seperti itu khan bisa jadi penyanyi tapi tak perlu jadi selebritis, anda bisa jadi camat tapi tetap bisa ke warung sehingga estetika atau kecenderungan budaya seorang camat yang birokratis bisa anda hancurkan dengan perilaku yang bersahaja.

Tapi banyak orang lebih mengandalkan status daripada kepribadiannya, makanya gubernur tidak ingin menjadi bukan gubernur, mengapa bupati ingin jadi bupati terus. Karena status bupatinya lebih besar dari pada dirinya, begitu tidak jadi bupati lagi maka hilang dirinya, karena dirinya kecil, itu namanya kekerdilan. Kalau anda orang besar, anda lebih besar dari status-status itu, anda tidak jadi apa pun anda besar. Ini yang namanya transendensi, kita transenden dari kedudukan-kedudukan


link hari ini:
Kamus Gaul Sederhana
Kamus Gaul via SMS

Wednesday, July 16, 2003

Puisiku

Waktu

Waktu
Kenapa tak mau menunggu
Lihatlah ku berlari mengejarmu
Langkah tersuruk di jalan berdebu

Mata kaki mata hati
Kenapa tak mau pergi
Bagai tersangkut pada duri
Terikat pada penggal memori


Sekeloa, 11 Februari 2002

Reportase Sunyi

Dan angin yang manja
Meniupkan kerinduan
Untuk pulang ke haribamu
Tapi jarak yang terlalu panjang
Membentang sebuah ruang
Antara kau dan aku
Hingga kita terasing
Satu sama lain
Hanya imaji tentang hadirmu
Menuntun pelayaranku
Semoga sampai di dermagamu


Jl. Kampus II Bandung, Juli 1999

Senja Kerinduan

Senja yang habis bersamamu
Sungguh mengguncang aras eksistensiku
Banjir cahaya di matamu
Menerbangkanku
Mencapai awan-awan ketinggian
Aku takluk padamu

Haruskah kini ditangisi
Bahtera karam di pantai mimpi
Akankah ada yang peduli
Jiwa yang lantas kering dan mati


Surabaya, 25 Desember 2001

Benak

Sebuah ruang bernama benak
Pertarungan abadi impian dan kenyataan
Cermin-cermin retak dalam tangisan
Atas bayang yang terpantulkan
Tentang kehancuran konstruksi impian
Menyisakan keterasingan
Sebuah hidup dalam keputusasaan
Pandangan kabus ke masa depan
Tanpa harapan

Mengapa diri sendiri
Ternyata sulit dicari


Manggarai, Agustus 2001

Friday, July 11, 2003

Pengorbanan

Kadang kala ada hal-hal dalam hidup yang menuntut kita memberikan lebih dari kapasitas kita. Semestinya hal-hal itu adalah hal yang menempati prioritas terpenting dalam hidup kita. Pertimbangannya bisa macam-macam; durasi, hubungan, pengaruh, maupun kapabilitas. Tapi ada kalanya kita mengacaukan berbagai prioritas dalam hidup kita karena apa yang disebut insting, intuisi atau hati nurani. Kalau begitu masih bagus, chaos of priorities bisa juga terjadi karena kebodohan-kebodohan kecil atau besar yang kita lakukan. Akibatnya kerugian yang diderita akibat pengorbanan yang harus dilakukan tidak sebanding dengan hasilnya, kalo dalam bahasa ekonomi Negeri Malaka,"Besar pasak daripada tiang", alias sia-sia. Kalo dah gitu maka Elton John yang punya jawabannya:

Mutual misunderstanding
After the fact
Sensitivity builds a prison
In the final act

We lose direction
No stone unturned
No tears to damn you
When jealousy burns

And it's no sacrifice
Just a simple word
It's two hearts living
In two separate worlds
But it's no sacrifice
No sacrifice
It's no sacrifice at all


Gw sendiri gak memungkiri bahwa gw sering mengabaikan prioritas dengan mengorbankan hal-hal penting dalam neraca rasional. Tapi, beberapa pengorbanan yang irrasional itu, to some extent punya alasan sendiri yang lebih kuat bagi gw sendiri secara instingtif. Kadang kala sebuah pengorbanan pun tidak membuahkan hasil yang kita inginkan, nah itu makanya disebut pengorbanan, jadi siap-siap aja jadi korban. Walaupun sebuah pengorbanan memang ada batasnya ! Seperti kata Bob Marley

I don't wanna wait in vain for your love

I don't wanna wait in vain for your love.
From the very first time I rest my eyes on you, girl,
My heart says follow t'rough.
But I know, now, that I'm way down on your line,
But the waitin' feel is fine:
So don't treat me like a puppet on a string,
'Cause I know I have to do my thing.
Don't talk to me as if you think I'm dumb;
I wanna know when you're gonna come - soon.
I don't wanna wait in vain for your love;
I don't wanna wait in vain for your love;
I don't wanna wait in vain for your love,
'Cause if summer is here,
I'm still waiting there;
Winter is here,
And I'm still waiting there.

--- Guitar solo ---

Like I said:
It's been three years since I'm knockin' on your door,
And I still can knock some more:
Ooh girl, ooh girl, is it feasible?
I wanna know now, for I to knock some more.
Ya see, in life I know there's lots of grief,
But your love is my relief:
Tears in my eyes burn - tears in my eyes burn
While I'm waiting - while I'm waiting for my turn,
See!

I don't wanna wait in vain for your love;
I don't wanna wait in vain for your love;
I don't wanna wait in vain for your love;
I don't wanna wait in vain for your love;
I don't wanna wait in vain for your love, oh!
I don't wanna - I don't wanna - I don't wanna - I don't wanna -
I don't wanna wait in vain.
I don't wanna - I don't wanna - I don't wanna - I don't wanna -
I don't wanna wait in vain.
No, I don't wanna (I don't wanna - I don't wanna - I don't wanna -
I don't wanna - I don't wanna wait in vain) -
No I - no I (I don't wanna - I don't wanna - I don't wanna - I don't
wanna - I don't wanna wait in vain) -
No, no-no, I, no, I (I don't wanna - I don't wanna - I don't wanna -
I don't wanna - I don't wanna wait in vain) -
It's your love that I'm waiting on (I don't wanna - I don't wanna -
I don't wanna - I don't wanna - I don't wanna wait in vain);
It's me love that you're running from.
It's Jah love that I'm waiting on (I don't wanna - I don't wanna -
I don't wanna - I don't wanna - I don't wanna wait in vain);
It's me love that you're running from


link pagi ini:
Marley Universe
Jangan sampe mengorbankan diri untuk begini!

Friday, July 04, 2003

Inuliscious

Puaskanlah mata Anda pada Inul Daratista, bintang Dang Dut asal Pasuruan yang tak sungkan tampil menggoyang bokong bak gasing yang masih baru dan mengkilat…

Inul memang fenomenal, Inul memang bintang, Inul memang loveable
Sejuta puja-puji mengalir banjir pada Inul. Perempuan lugu, bersuara merdu tapi sering tak terperhatikan karena goyang mautnya yang luar biasa. Inul yang bisa jadi berita sejak Februari sampai Mei, Inul yang pernah lebih sering muncul di tv ketimbang Megawati. Inul yang bukan aktivis sama sekali tapi bisa jadi simbol perlawanan kelompok.
Tapi benarkah Inul fenomena?

Tadi malam Inul mengadakan Malam Terima Kasihnya untuk wartawan di Pasir Putih. Ternyata Inul memang loveable, gw gak bisa nemuin cara yang paling efektif untuk mengungkapkan kesan gw. Gw dah gak peduli lagi sama suara Inul apalagi goyangnya, atau bagaimana dia memperoleh blessing in disguise lewat oposisi Oma Irama. Tapi bagi gw, Inul gak memancarkan aura yang sexual sama sekali, ketika kita melihat dia di atas panggung, maka kita melihat seorang pekerja seni yang tulus bekerja keras, ketika dia tertawa setelah diceburin rame-rame oleh wartawan hiburan yang begitu menyayanginya dia tertawa begitu tulus seperti anak kelas 3 SD yang tengah bercanda dengan sahabat-sahabatnya, ketika dia cipika-cipiki sebelum pulang, gak ada suasana kegenitan sama sekali yang ada adalah ketulusan seorang sahabat yang benar-benar takut kehilangan dan tidak bertemu kawan-kawannya. Inul memang dicintai, tapi Inul dicintai bukan karena goyang, Inul dicintai karena Inul ! Ternyata Inul bukan bintang, dia adalah sahabat. (Atau gw yang terlalu naif?)

Memang orang boleh berteori macam-macam tentang meteoric rise of Inul. Tapi bukankah Inul bukan seorang saja yang seperti itu? Dulu ada Joshua, apa-apa Joshua, tapi lihat lah dia sekarang, dulu ada Desy Ratnasari tapi lihatlah dia sekarang. Media memang bisa mengangkat seseorang ke puncak popularitas, tapi sanggupkah media memeliharanya? Seperti film Mad City karya Costa-Gavras yang dibintangi Dustin Hoffman, di situ bisa kita lihat bagaimana media bisa membuat seseorang bisa begitu dicintai pada suatu ketika, namun pada ketika yang lain dengan sekejap mata media bisa membunuh karakter itu dan menenggelamkannya tanpa belas kasihan! Makanya jangan main-main sama media.

Tapi Inul memang loveable, akan seberapa jauhkah sahabat-sahabat jurnalisnya ini setia mendampingi Inul, mengingatkan Inul kalau salah, bergembira bersama Inul kalau dia gembira. Atau seberapa lamakah Inul mampu mempertahankan cinta di hati sahabat-sahabatnya? Ataukah suatu saat masing masing akan berhadapan punggung lantas berjalan ke arah yang saling berbeda. Lantas Inul pun terkoyak oleh keganasan kapital karena sekarang pun Inul sudah jadi obyek yang lezat bagi kapital, karena Inul sudah jadi Inuliscious, Inul yang lezat. Ah, Entah...

Semoga Inul tetap terjaga.... Semoga kita tetap terjaga....

Yang pingin tahu lebih banyak soal Inul:

Buat yang mau ikuti goyangannya Inul
Lirik lagu hits terbaru Goyang Inul

Wednesday, July 02, 2003

Wartawan



Dua orang wartawan RCTI hilang di Aceh, entah mengapa, entah bagaimana dan sampai kini entah dimana.

Ada yang bilang kerja jadi wartawan itu enak, tapi gak sedikit juga yang mengeluh betapa melelahkannya jadi wartawan. Ada seorang teman yang cukup oke sebagai wartawan musik, akhirnya memilih retired dan memilih jalur perbankan sebagai pilihan karier. Gue sendiri gak terlalu pusing dengan pekerjaan ini, yah namanya juga kerja, kadang-kadang ada mumetnya tapi gak jarang juga asyiknya.

Menjadi Wartawan konon tak sekedar sebuah karier. Menjadi wartawan oleh beberapa orang teman juga dijadikan ladang menyemai idealismenya tanpa ikut memutar roda kapitalisme semu dan materialisme. Walaupun tentu gak semua begitu. Cuma aja, sejak lepas masa kuliah, gw berkesempatan jadi wartawan resmi cuma buat rubrik hiburan atau film doank. Jadi kadang-kadang kalo pingin nulis yang lebih serius dan yang jelas tidak menghibur, gw cuma bisa nulis artikel atau resensi buku aja. Sebenernya pingin juga bisa mengubah dunia dengan tulisan-tulisan gw. Setidaknya, gw pingin lewat tulisan menegaskan posisi gw dan sikap gw atas berbagai fenomena. Tapi apa benar bisa?

Seorang Produser Liputan 6 SCTV dipecat karena (konon) melanggar etos kerja jurnalisme

Nah, apa gw bilang ternyata bekerja jadi wartawan gak selamanya bisa benar-benar mengekspresikan apa yang kita mau. Karena kendati seperti ditulis Emha Ainun Najib dalam Opini Plesetan (Oples) di tabloid Detik bahwa wartawan menulis pun menggunakan sesuatu yang namanya relativitas subyektif namun penggunaannya pun gak bisa tanpa pertimbangan yang matang. Jelas harus tetap memegang teguh prinsip-prinsip konvensional seperti cover both sides, dll. Jelas beda banget dengan masa-masa kuliah ketika harus nulis pamflet atau pers mahasiswa yang jelas sekali berpihak kemana.

Tapi seperti kata berbagai pengantar teori jurnalistik, bahwasanya Press is the Fourth Pillar, atau seperti judul bukunya Omi Intan Naomi, Pers adalah Anjing Penjaga. Maka guidelines seorang wartawan adalah kebenaran. Tapi kebenaran yang mana? Rendra si Burung Merak pun pernah menjerit lewat puisi Pamflet-nya yang terkenal itu "Mengapa kebenaran dengan kebenaran harus bertarung" (sala-sala kate maapin aje ye!!). Lantas apa yang harus gw yakini sebagai kebenaran? Khan gw pingin juga menulis sesuatu yang berpijak pada kebenaran, menulis sesuatu dengan kesadaran! Kalo kata Emha (lagi!) dalam puisi jadulnya

kemanakah harus kuhadapkan muka
agar seimbang antara tidur dan jaga ?


Kembali ke kasus dua orang wartawan RCTI yang hilang di Aceh. Gw merasa kita harus bersikap. Tidak sekedar supaya orang harus mulai merasa penting menegakkan kedaulatan jurnalisme tapi juga karena perang ini telah berlangsung terlalu lama, kini sudah waktunya mengibarkan bendera perdamaian. Pedih juga membaca nama-nama tempat yang lekat dalam memori gw porak-poranda seperti itu, sekarang sudah waktunya berdamai. Semoga ada yang dengar.

Sepotong sya'ir dari Wiji Thukul yang sering dinyanyikan di aksi-aksi sebelum 1998:

"Ku harus melangkah dan berkata-kata...Ku harus melangkah dan berkata-kata.."
IBX5899AACD4E772