Monday, November 21, 2005

TEROR




Ya, Teror. Bukan terong, bukan teras.

Di posting sebelumnya, gw sudah menyebutkan keberhasilan POLRI membasmi gembong terorisme Dr. Azahari adalah keberhasilan fisik dalam menumpas terorisme. Tapi kerja belum selesai. Belum apa-apa. Ya, Nurdin M. Top memang belum tertangkap, lalu muncul pula sederetan nama baru dalam skenario teror bom di Indonesia.

Tetapi tidak cuma itu. Ada lagi sisi-sisi lain dari terorisme yang masih dengan leluasa berkembang biak, bak virus yang bisa hinggap pada siapa saja. Sisi-sisi itu di antaranya adalah state of mind dan point of view.

Dalam sebuah posting terdahulu sekali (waktu itu kebetulan pas Bom Kuningan baru saja meledak), gw juga pernah menyebutkan bahwa menjadi teroris itu adalah masalah catatan pihak yang berkuasa. Dalam hal ini, secara sederhana Power/Knowledge yang digagas Michel Foucault bisa kita lihat berkerja sebagai Theory/Practice. Kekuasaan bisa memproduksi pengetahuan untuk mengabsahkan kekuasaannya.

Maka jadilah gerombolan Azahari sebagai teroris. Coba kalo dari serangkaian terornya ada yang berhasil menumbangkan kekuasaan (Naudzubillah min dzaliq!), lalu dia duduk di tampuk kekuasaan itu, maka dia juga akan memproduksi pengetahuan bahwa dia sebenarnya justru pahlawan yang menyelamatkan bangsa ini (yea right!). Contoh lain saja misalnya Bung Karno di pandangan Belanda waktu masih berkuasa adalah extrimist. Tapi setelah dia jadi Presiden RI, dia malah jadi pahlawan. Bukan cuma untuk Indonesia, bahkan untuk bangsa Asia Afrika. Sampai digelari sebagai salah satu The Most Influential Asians of the Century.

Tentu saja, gw tidak bermaksud menyamakan Azahari dengan Bung Karno dan tentu saja gw yakin banget Anda paham akan maksud gw yang sebenarnya.

Ok, balik lagi ke terorisme. Terungkapnya persembunyian Azahari pun tidak mengubah fakta bahwa dalam realitas global saat ini, kita bisa tidak bisa memungkiri peran terorisme sebagai non-state actor dalam pembuatan kebijakan yang tidak bisa diabaikan. Oleh AP Schmid dan A J Jongman (1988) terorisme didefinisikan sebagai upaya penciptaan kegelisahan melalui aksi-aksi kekerasan berulang-ulang, yang dilakukan kelompok terorganisasi dalam mencapai tujuan ekonomi, politik, dan ideologi tertentu.

Nah, penting dicatat dalam hal ini adalah bahwa terorisme adalah seperangkat gagasan. Kalau tindakannya itu adalah teror, pelakunya adalah teroris. Isi dari gagasan itu bisa macam-macam. Bagi Azahari isinya adalah Fundamentalisme Islam, tapi bagi IRA isinya adalah kemerdekaan politik Bangsa Irlandia. Karena gagasan itu tidak mendapat tempat yang layak dalam percaturan politik dunia, maka Azahari memilih untuk mengambil tindakan berupa teror, agar bisa mengubah kebijakan sebuah negara atau politik internasional.

Yang menyedihkan, korban aksi kekerasan terencana itu bukanlah target utama. Mereka adalah hasil pilihan acak maupun selektif dari populasi yang dituju teroris. Mereka hanyalah tumbal dari pesan yang ingin disampaikan peneror. Ancaman dan kekerasan adalah media komunikasi teroris untuk memanipulasi (audiens) sehingga timbul situasi ketidakpastian keselamatan publik dan ketidakpercayaan kepada otoritas.

Dengan melihat terorisme sebagai metode politik, kita dihadapkan pertanyaan tidak saja soal siapa yang melakukan bom Bali kali ini, tetapi juga pertanyaan kepentingan apa di balik peristiwa itu. Dalam kasus Azahari, pertanyaan mengenai siapa telah dijawab bahkan diambil tindakan untuk mencegahnya terulang kembali. Pertanyaan mengenai kepentingan pun secara samar sudah bisa ditebak benang merahnya. Tinggal tersisa pertanyaan bagaimana kepentingan itu menyebar dan mendapat sokongan sekelompok orang.

Adalah Amrozi, seorang pemuda lugu dan murah senyum asal Tenggulun, Solokuro Lamongan. CNN.com menulis, "To his family he is simply "Amrozi", but around the world he has become known as 'the smiling bomber.'" Amrozi telah dinyatakan bersalah atas kasus Bom Bali I. Bagaimana seorang pemuda lugu dan sederhana seperti itu bisa merasa merasa memiliki kepentingan untuk menyebar teror?

Rupanya masih ada yang salah dalam sistem kenegaraan kita. Tersisa sekelompok orang yang merasa bahwa kepentingan mereka tidak terwakili. Sehingga pemikiran yang dicangkokan ke dalam sistem pengetahuan mereka dengan cepat diadaptasi menjadi kepentingan kolektif. Mungkin saja selama 60 tahun kita merdeka, problem kepentingan ini bisa ditekan di level tertentu atau di daerah tertentu. Namun, kita harus jujur, bahwa manajemen konflik yang memadai belum diterapkan dalam hal ini. Sehingga potensi konflik dan teror ini bukannya mati namun tumbuh diam-diam sebagai manives. Manives yang akan sewaktu-waktu meledak. Maka meledaklah konflik ini dalam bentuk teror bom, Konflik Poso atau Konflik Ambon.

Kendati pun gw tidak (lagi) berada di daerah konflik, tetapi bahkan sejak usia belasan gw sudah mendeteksi secara intuitif bahwa potensi konflik agama bisa saja meledak, bahkan di Jakarta, kota Metropolitan. Gw ingat bagaimana metode pembinaan keberagamaan yang sempat gw ketahui ketika itu memupuk potensi-potensi kemarahan yang siap diledakan. To some extent, kita tidak terajar untuk hidup saling berbeda, saling menyentuh, lalu saling mengisi.

Sebagai seorang bukan ilmuwan, gw nggak bisa merumuskan formula tindakan apa saja yang bisa dianggap sebagai manajemen konflik yang memadai. Soeharto dulu melakukannya dengan menekan peluang politik aliran untuk berkembang. Namun hasilnya, begitu Soeharto kehilangan kekuasaannya, politik aliran itu malah meledak dan berujung chaos.

Masalah ini pun bukan semata-mata jadi masalah Bangsa Indonesia. Lewat film Crash dan sedikit penjelasan Cecilia Law-Wirianto mengenai kondisi di Amerika Serikat yang tidak jauh berbeda. Hanya saja di sana yang berkembang adalah prasangka rasial, bukan prasangka agama. Saya jadi ingat kutipan menarik dan menyentuh yang diucapkan oleh Det. Graham Waters, salah satu karakter dalam film itu, "I think we miss that touch so much, that we crash into each other, just so we can feel something."

Dalam hemat gw, setidaknya ada dua hal yang kita butuhkan. Pertama adalah pengelolaan kepentingan. Bagaimana setiap aliran diizinkan berkembang dan mengekspresikan sikap kolektifnya. Yang tidak perlu dilarang, tidak usah dilarang. Yang tidak mengganggu, tidak usah diberangus. Kedua (dan merupakan prasyarat bagi yang pertama), pendidikan untuk saling menerima perbedaan, untuk saling menyentuh. Pendidikan yang semestinya membuat kita berani mengekspresikan sikap dan berani menerima perbedaan. Tidak sebagai simbol-simbol yang klise, namun sebagai realitas yang bekerja sehari-hari. Seperti misalnya deregulasi pembangunan tempat-tempat ibadah. Sehingga kita akan terbiasa bersentuhan dengan kelompok lain dengan saling hormat, bahkan kalau perlu saling menyayangi. Pendidikan yang seharusnya mengajarkan kita bahwa keberadaan orang lain bukanlah sebuah ancaman, melainkan pelengkap atas keberadaan kita.

Seperti gw bilang di atas, gw bukanlah ilmuwan. Kalangan ilmuwan, intelektual, cerdik cendekia dan sarjana yang sujana tentu bisa memformulasikan jalan keluar yang lebih spesifik dan bersifat theory/practice seperti pendekatan kaum postmodernis. Sampai kapan masih harus kita dengar ratap tangis orang kehilangan. Kitalah yang harus menemukan jawabannya. Menurut gw, inilah tantangan terbesar kita yang lain, dalam menumpas teroris.

ZOMBIE
The Cranberries


Another head hangs lowly,
Child is slowly taken.
And the violence caused such silence,
Who are we mistaken?

But you see, it's not me, it's not my family.
In your head, in your head they are fighting,
With their tanks and their bombs,
And their bombs and their guns.
In your head, in your head, they are crying...

In your head, in your head,
Zombie, zombie, zombie,
Hey, hey, hey. What's in your head,
In your head,
Zombie, zombie, zombie?
Hey, hey, hey, hey, oh, dou, dou, dou, dou, dou...

Another mother's breakin',
Heart is taking over.
When the vi'lence causes silence,
We must be mistaken.

It's the same old theme since nineteen-sixteen.
In your head, in your head they're still fighting,
With their tanks and their bombs,
And their bombs and their guns.
In your head, in your head, they are dying...

In your head, in your head,
Zombie, zombie, zombie,
Hey, hey, hey. What's in your head,
In your head,
Zombie, zombie, zombie?
Hey, hey, hey, hey, oh, oh, oh,
Oh, oh, oh, oh, hey, oh, ya, ya-a...

Thursday, November 10, 2005

H E R O E S

image: a hero's life by ralph fabri


"I think there's a hero in all of us."
(John Bubber in Accidental Hero/Stephen Frears/1992)

Akhirnya komplotan Dr. Azahari, teroris yang doyan ngebom Indonesia berhasil diringkus. Dr Azahari sendiri meninggal dunia karena bom bunuh diri ketika serangan yang dilakukan Detasemen 88 POLRI ke sebuah vila di Jl. Flamboyan II No. 12 Batu, Malang pada 9 November 2005 kemarin.

Memang, beredar berbagai spekulasi miring mengenai kebenaran serangan ini di milis-milis. Bukannya tidak kritis terhadap informasi, tapi menurut gw berbagai skenario rekayasa yang dituduhkan, agak mustahil terjadi di era pemberitaan yang begitu transparan. Televisi dari menit ke menit menayangkan siaran langsung dari lokasi serangan. Hampir tidak mungkin, apalagi mengingat resikonya kalo ketahuan publik.

Rangkaian aksi teror itu memang sering membuat gw bertanya-tanya. Di mana gw hidup sekarang? Di dunia yang punya peradaban atau di hutan liar tanpa hukum? Orang saling memangsa. Keyakinan saling melahap. Ideologi berperang melawab ideologi lain. Bunuh jadi jalan pintas agar tidak ada lagi yang menghalangi jalan. Kita semua sudah menjadi binatang buas, saling memakan.

Untuk itu, gw berusaha untuk tetap memberikan salut. Applause yang tulus kepada tim POLRI dan satuan intelejen yang berhasil melacak dan melakukan tindakan pada gerombolan teroris itu. Mereka layak kita anggap pahlawan. Sebuah tonggak bagi perlawanan fisik yang serius terhadap terorisme. Harus kita akui dong, guys! Pemikiran soal kepahlawanan ini tiba-tiba saja menyeruak muncul karena kebetulan serangan itu dilakukan tepat sehari sebelum perayaan Hari Pahlawan. Sekedar sebuah upaya untuk memberikan kehormatan pada yang berhak.

Dalam keyakinan gw, setiap orang memang bisa jadi pahlawan. Tidak perlu dengan tindakan-tindakan akbar, metanaratif, grandeur, dan sebagainya. Cukup dengan sebuah tindakan kecil. Sebuah tindakan yang akan berujung pada perbaikan kualitas hidup. Sebuah tindakan yang sederhana saja....

Seperti berhenti make...

h e r o e s
written by David Bowie

I I wish you could swim
Like the dolphins
Like dolphins can swim
Though nothing
Will keep us together
We can beat them
For ever and ever
Oh we can be Heroes
Just for one day


I
I will be king
And you
You will be queen
Though nothing will
Drive them away
We can beat them
Just for one day
We can be Heroes
Just for one day


I I can remember
Standing
By the wall
And the guns
Shot above our heads
And we kissed
As though nothing could fall
And the shame
Was on the other side
Oh we can beat them
For ever and ever
Then we can be Heroes
Just for one day


We could be Heroes
We could be Heroes
We could be Heroes
We could be Heroes just one day

Wednesday, November 09, 2005

DO'A


(sebuah jahitan setelah berbincang dengan Tulang Boris, Bucin, Izzat, Rezqoi, Apin dan Rosa secara terpisah dan setelah membaca Cermin Merah karya N. Riantiarno)

Suara Orgel bergema. Aku tertegun. Tak pantas aku masuk ke rumah pendoa. Sementara mereka terus berdoa. Bersorak sorai memuja the ultraconciousness. Awalnya aku bersembunyi. Namun akhirnya aku mulai buka suara. Makin lama makin lantang. Aku berdoa!

Sambil berdoa aku menghantam dada berkali-kali dengan hantaman yang semakin keras. Aku ingin semua himpitan melompat keluar. Wajah lahirku tetap kering, namun wajah batinku basah kuyup bersimbah air mata. Aku ingin lepas, keluar dari rasa takut yang memburu-buru dengan bengis. Aku ingin bebas dari ketakutan. Ingin mengusir semua bayangan aneh yang mengganggu.

Aku berlutut di sebuah pancuran air. Aku basuh seluruh wajahku. Aku seperti membaluri kening, mulut dan dadaku dengan air suci. Seolah-olah aku ingin mencuci bersih semua kebingungan ini dari otakku.

Banyak orang datang ke rumah doa itu. Ada yang datang berdoa sebagai kewajiban rutin. Ada pula yang datang hanya untuk bereksebisi. Memamerkan pakaian terbaru padahal hatinya tidak baru. Aku tidak memakai pakaian baru, meskipun hatiku juga tidak baru. Aku adalah jenis terburuk yang datang ke tempat itu.

Kalau aku datang berdoa untuk minta tolong. Habis sudah daya upayaku. Tidak setiap hari aku berdoa. Aku hanya berdoa kalau kepepet. Dan kali ini, aku datang padamu karena aku butuh. Selama ini aku hanya berdoa jika kebetulan ingat. Dan tidak setiap hari aku ingat kepadamu. Tidak setiap hari aku membuka hati. Hari ini aku berdoa di depanmu dengan sangat khusuk. Kuserahkan jiwa raga.

Aku ingin hati tenteram. Ingin hidup normal seperti masa kecil. Ingin keluar dari belantara yang menyesatkan. Aku sudah kehilangan banyak hal yang kusayangi. Aku sudah kehilangan harta paling berhargaku, jiwaku sendiri. Aku ingin mengambil kembali harga diri yang sudah kubuang ke got. Ingin diberi petunjuk dan jalan yang benar agar bisa keluar dari lingkaran setan. Kembalikan lagi kegairahan, ketentraman, kebahagiaan dan kegembiraanku. Kembalikan semua yang dulu pernah jadi milikku. Aku Memohon. Meminta dengan tangis mengiba.

Aku berdoa tanpa ujung pangkal. Aku kehilangan kata-kata. Aku merengek seperti bayi meminta susu. seperti pengemis berharap sedekah. Aku meraung-raung dalam keperihan. Mulutku berdoa, hatiku berdoa, tanganku berdoa, mulutku berdoa, bahkan rambutku berdoa.

Hidup ternyata hanya sebuah lingkaran. Tak ada awal tak ada ujung. Langkah di tempat sering disebut langkah maju. Ke mana pun bergerak, pada suatu saat kita akan tiba lagi di titik awal gerak itu. Pengulangan yang membingungkan. Aku kembali dijerat suasana yang persis sama. Kemana harus menghindar? Kilas balik yang kualami mungkin terjadi hanya sedetik, sesaat, sekejapan mata. Aku tidak ke mana-mana.

Kini, kumenanti sang jawab...

Monday, November 07, 2005

Funny Lil' Things



Your Hidden Talent

You are both very knowledgeable and creative.
You tend to be full of new ideas and potential - big potential.
Ideas like yours could change the world, if you build them.
As long as you don't stop working on your dreams, you'll get there.


Well, I hope so... It's better for me to prove it!

Your Personality Is

Rational (NT)


You are both logical and creative. You are full of ideas.
You are so rational that you analyze everything. This drives people a little crazy!

Intelligence is important to you. You always like to be around smart people.
In fact, you're often a little short with people who don't impress you mentally.

You seem distant to some - but it's usually because you're deep in thought.
Those who understand you best are fellow Rationals.

In love, you tend to approach things with logic. You seek a compatible mate - who is also very intelligent.

At work, you tend to gravitate toward idea building careers - like programming, medicine, or academia.

With others, you are very honest and direct. People often can't take your criticism well.

As far as your looks go, you're coasting on what you were born with. You think fashion is silly.

On weekends, you spend most of your time thinking, experimenting with new ideas, or learning new things.


Experiment on weekends, huh? Quite right.. Hahah

The Movie Of Your Life Is A Black Comedy

In your life, things are so twisted that you just have to laugh.
You may end up insane, but you'll have fun on the way to the asylum.

Your best movie matches: Being John Malkovich, The Royal Tenenbaums, American Psycho


Wohoo... I love those movies...

You're an Passionate Kisser

For you, kissing is about all about following your urges
If someone's hot, you'll go in for the kiss - end of story
You can keep any relationship hot with your steamy kisses
A total spark plug - your kisses are bound to get you in trouble


Hahah... What you want is what you get...

Tuesday, November 01, 2005

TENTANG KAU




- untuk r-

Cermin hati buram
Bayang terpantul kusam
Lelah dalam kelam
Resah jiwa yang suram

Lalu kau ulurkan tangan
Lalu kau basuhkan duka
Lalu kau sembuhkan luka
Lalu kau terangkan jiwa

Percayamu membuatku hidup
Percayamu membuatku ada
Kasihmu mengalir dalam nadiku
Kasihmu hidupkan jiwa ragaku

Terima kasih cinta...
Semoga kau mengerti...

Jakarta, 01 Nov 2005
(sumpah ini bukan tentang Kau, tetapi tentang kau)
IBX5899AACD4E772