Wednesday, December 31, 2008

Kepompong








dulu kita sahabat
teman begitu hangat
mengalahkan sinar mentari

dulu kita sahabat
berteman bagai ulat
berharap jadi kupu-kupu

* kini kita melangkah berjauh-jauhan
kau jauhi diriku karna sesuatu
mungkin ku terlalu bertindak kejauhan
namun itu karna ku sayang

reff:
persahabatan bagai kepompong
mengubah ulat menjadi kupu-kupu
persahabatan bagai kepompong
hal yang tak mudah berubah jadi indah

persahabatan bagai kepompong
maklumi teman hadapi perbedaan
persahabatan bagai kepompong
na na na na na na na na na

semua yang berlalu
biarkanlah berlalu
seperti hangatnya mentari

siang berganti malam
sembunyikan sinarnya
hingga ia bersinar lagi

** dulu kita melangkah berjauh-jauhan
kau jauhi diriku karna sesuatu
mungkin ku terlalu bertindak kejauhan
namun itu karna ku sayang

Friday, December 26, 2008

PINTU TERLARANG: BLOODY BEAUTIFUL!




Judul: Pintu Terlarang Produksi: Lifelike Pictures Sutradara: Joko Anwar Penulis: Joko Anwar
Pemain: Fachri Albar, Marsha Timothy, Henidar Amroe, Tio Pakusadewo, Ario Bayu, Otto Jauhari, Arswendi Nasution


Ada yang unik dengan hadirnya fenomena kekerasan di dalam kehidupan masyarakat. Melalui perantaraan media, kekerasan hadir dalam kehidupan sehari-hari dan seolah-olah menjadi menu di meja makan. Tanpa disadari, sebagian penonton mengadopsi kekerasan yang ditayangkan itu menjadi sebuah metode inspiratif untuk merespon permasalahan. Simaklah tren kasus mutilasi yang marak akhir-akhir ini. Itulah sebabnya, kerap kita mendengar tudingan bahwa media menjadi ruang yang kondusif bagi distribusi kekerasan. Film terbaru garapan Joko Anwar seolah-olah berusaha menggarisbawahi problematika ini.


Di dalam film ketiganya ini, Joko kembali menggandeng Fachri Albar, Ario Bayu dan Arswendi Nasution. Sebelumnya, ketiga aktor tersebut berkolaborasi dengan Joko Anwar di film “Kala”. Selain ketiga aktor itu, film ini diperkuat kehadiran aktris Marsha Timothy dan Henidar Amroe. Lewat film ini Joko kembali layak digelari sebagai Indonesian’s master of storytelling. Sebagaimana film-film sebelumnya, penulis yang baru meraih Piala Citra ini kembali mengolah sebuah cerita dari perspektif yang sama sekali tidak terduga.

Adalah Gambir, seorang pematung terkenal yang karya-karyanya laris manis dibeli kolektor. Beberapa kritikus sebenarnya meragukan kemampuan Gambir. Konon kunci keberhasilan Gambir adalah kemampuan marketing istrinya yang cantik, Talyda. Karya-karya Gambir selalu berbentuk sosok wanita hamil. Rupanya ini berakar dari trauma masa lalu Gambir, saat ia dan Talyda terpaksa menggugurkan kandungan, karena hamil di luar nikah. Setelah menikah, Gambir dan Talyda justru tak mampu memiliki anak, padahal ibunda Gambir sebenarnya sangat mengharapkan kehadiran seorang cucu.


Kehidupan rumah tangga Gambir dan Talyda pun terasa semakin gersang. Apalagi ketika Talyda melarang Gambir untuk membuka sebuah pintu rahasia yang baru ditemukannya, Lalu Gambir mulai menerima pesan-pesan aneh dari seorang bocah yang minta diselamatkan. Pesan-pesan itu mengantar Gambir memasuki sebuah gedung misterius dan akhirnya mulai menemukan jejak untuk membongkar rahasia Talyda. Sampai sebuah kejutan datang menghantam seluruh kesadaran Gambir dan membuatnya memilih jalan yang paling brutal untuk menutaskan masalahnya. Tetapi ternyata permasalahan tidak berhenti sampai di sana.

Jalan cerita film ini memang sangat menarik. Menit demi menit berlalu dengan ketegangan yang semakin meningkat, membuat kita tidak sanggup berpaling dari layar. Dengan lihai, Joko menanam berbagai informasi penting di dalam setiap menit yang bergulir, sampai akhirnya semua misteri terbentang jelas di hadapan penonton. Di dalamnya, Joko menawarkan sebuah paradoks yang menyisakan pertentangan di benak kita. Melalui paradoks yang ditawarkannya, Joko seperti ingin membuat kita mempertanyakan kembali kenikmatan yang kita rasakan pada saat menyaksikan orang lain tersiksa. Pada waktu bersamaan, Joko juga menghadirkan ketegangan sejati yang sangat mencekam dan mungkin belum pernah muncul di dalam sinema Indonesia. Hebatnya lagi, Joko tampaknya paham betul bagaimana menggunakan bahasa film itu sebagai senjata, sehingga pada akhirnya, rasa sakit yang muncul bukan pada karakternya, melainkan pada kita yang menyaksikannya, tetapi toh memang itu yang kita cari.

Kemampuan Fachri Albar untuk memerankan fluktuasi emosional pada karakter Gambir sekali lagi perlu diacungi dua jempol. Tetapi penampilan yang paling mencuri perhatian adalah Marsha Timothy yang harus memerankan Talyda. Karakter Talyda yang begitu rumit dan misterius berhasil dilakoni Marsha dengan baik.

Film ini bisa Anda saksikan di bioskop-bioskop terdekat pada pertengahan Januari ini. Selain di Indonesia, film ini juga akan mengadakan international premiere di Rotterdam Film Festival pada 27 Januari 2009. Jadi jangan sampai Anda lewatkan!
IBX5899AACD4E772