Monday, April 09, 2012

Reading Room


Pernah pada suatu masa, saya adalah pembaca buku yang sangat lahap. Buku-buku seperti mampu menyihir saya dan mengantar saya bertualang ke sebuah dimensi lain. Dimensi yang tak mampu saya raih sendiri.

Tetapi masa-masa itu telah lama berlalu...

Masa-masa itu telah ikut hilang bersama mimpi-mimpi muda saya. Masa-masa itu adalah masa dimana waktu berlimpah ruah dan bukan sesuatu yang mewah. Kini hanya tersisa seorang saya yang hidup seperti robot dan diprogram untuk mengumpulkan keping-keping rejeki setiap hari. Membudak pada peradaban kota.

Seorang sahabat lalu datang kembali pada saya dari perjalanannya - pencariannya. Seperti saya, dia juga seorang pria paruh baya.

Tetapi tidak seperti saya, dia masih kembali dengan mimpi-mimpi itu. Tidak seperti saya, dia tidak cuma bisa bernyanyi Viva La Vida, lalu meratapi waktu yang telah berlalu dan tidak selalu berpihak. Tidak seperti saya, dia masih bermimpi dan ketika terjaga, dia beri kaki pada mimpi-mimpinya agar bisa melangkah dan berlari di dunia nyata.

Sahabat saya itu, sang pujangga dan sutradara, Richard Oh namanya...

Dengan keyakinan yang mantap, sahabat saya itu kembali dari tetirahnya di Pulau Dewata. Di benaknya telah terbangun sebuah rencana. Sebuah rencana yang ia dedikasikan untuk kecintaan terbesarnya, dunia pustaka dan sinema.

Beberapa tahun yang lalu, sahabat saya ini memang terkenal sebagai salah seorang pengusaha toko buku eksklusif di Jakarta, QB. Dia memelopori kehadiran toko buku import di Indonesia. Tak cuma toko buku, Richard juga mendirikan usaha penerbitan yang banyak menerbitkan kembali karya-karya pujangga Nusantara. Singkat cerita, entah karena apa, satu persatu toko buku QB terpaksa tutup. Tetapi mimpi-mimpi Richard Oh tidak ikut padam. Bersahabat dengannya selama lima tahun terakhir ini memberi saya kesempatan untuk melihat mimpi-mimpi itu terus tumbuh di benaknya dan akhirnya terealisasi.

Akhirnya mimpi-mimpi Richard Oh terwujud lewat Reading Room, sebuah lounge untuk pecinta buku. Di sini dijual buku-buku impor berkualitas dengan harga sangat terjangkau. Yang menarik, buku-buku di tempat ini ditata sedemikian rupa sehingga menjadi bagian dekorasi tempat ini. Lounge buku ini juga ditata dengan sangat apik sehingga pengunjung dengan cepat akan merasa nyaman hadir di tengah-tengah buku-buku itu. Tidak cuma buku, tempat ini juga dilengkapi dengan sebuah screening room canggih. Di screening room ini akan diputar sinema alternatif yang akan memperkaya wawasan pengunjungnya.

Mungkin setiap orang bisa saja membuat tempat berkonsep sama. Tetapi Reading Room tetap akan berbeda, mengapa begitu? Karena tempat ini tidak cuma tempat usaha. Reading Room dibangun dengan pondasi mimpi-mimpi dan rasa cinta pada pustaka dan sinema yang begitu besar. Mimpi dan cinta itu yang akan tetap memutar rodanya. Semoga Richard tidak akan pernah kekurangan impian dan rasa cintanya saat mengelola tempat ini.

Kembali kepada saya, berdirinya Reading Room memberi saya kesempatan untuk terhubung kembali dengan mimpi-mimpi saya dahulu. Bagaimana mungkin saya begitu tenggelam dalam kenyataan, sampai saya lupa bermimpi. Buku-buku yang terpajang di dinding Reading Room seperti menantang saya untuk kembali bermimpi dan mewujudkannya. Buku-buku itu menceritakan dunia-dunia yang hidup hanya di mimpi saya dan harus saya capai.

Lalu apa yang akan saya impikan saat ini? Saya belum tahu. Sekarang, saya ambil sebuah buku dan menemukan dimensi lain di luar sana dan mengkonstruksi lagi mimpi-mimpi saya. Seperti saya copas dari Google: Don't be afraid of the space between your dreams and reality. If you can dream it, you can make it so. Jadi, mari bermimpi.

Bagi teman-teman yang ingin ikut bermimpi dengan saya, silakan mampir ke Reading Room di Jl. Kemang Timur no 57 Jakarta Selatan.
IBX5899AACD4E772