Tuesday, October 31, 2006

Maksud






Gw sama sekali bukan pegila serial X Men. Gw juga nggak baca komiknya sama sekali. Gw mengenal X Men semata-mata karena gw tukang nonton gila-gilaan yang sanggup menonton apa saja jika mampu. Lucunya sejak pertama kali nonton serial X Men, gw ternyata selalu suka. Meskipun kedua seri X Men yang pertama hanya tinggal sebagai kenangan tentang blockbusters yang bagus saja. Bukan pengeruk kocek penonton belaka, tetapi ada sedikit isinya. Satu-satunya yang selalu tersisa setiap habis nonton film2 X Men sebelumnya adalah komentar, "Wah seru juga nih film, lanjutannya perlu ditonton..." Sayang, jarak yang membentang antara satu seri ke lanjutannya agak jauh (rata-rata 3 tahun), lalu ratusan film-film bagus pun muncul dan meninggalkan X-Men dan X2 cuma dalam ingatan, sampai X-Men: The Last Stand hadir dan meninggalkan kesan yang agak berbeda.

Menonton X-Men: The Last Stand, tiba-tiba gw teringat kepada Rendra. . Bukan Rendra Brahmantyo si sutradara muda ibukota itu, tetapi W.S. Rendra - si burung merak. Lho, apa hubungannya sekelompok mutan dengan penyair kondang itu? Apakah dia juga mutan, sehingga dijuluki Burung Merak? Entahlah.

Yang jelas, ketika gw baru berumur 3 bulan 5 hari, Rendra menciptakan sebuah Puisi yang berjudul Sajak Pertemuan Mahasiswa. Tidak ada hubungannya antara bayi merah yang tampan itu dengan proses penciptaan puisi itu oleh Rendra. Meskipun sekitar dua dekade berikutnya si Bayi Tampan itu secara kebetulan pernah beberapa kali membacakan puisi itu dalam beberapa demonstrasi mahasiswa dan mimbar bebas mahasiswa di sekitar Bandung dan Jatinangor. Tentu saja ketika itu si bayi tampan ini sudah jadi remaja tanggung.

Sajak ini konon dipersembahkan kepada para mahasiswa Universitas Indonesia di Jakarta (ada juga yang mengklaim bahwa sajak itu ditujukan Rendra bagi mahasiswa ITB, tetapi biasalah itu - namanya juga dunia politik, mungkin Rendra sendiri yang harus angkat bicara. Kali aja ternyata buat anak UNPAD hehehe). Puisi ini juga dibacakan di dalam film Yang Muda Yang Bercinta (1977) yang dibintangi oleh Rendra dan disutradarai oleh Sjumandjaya (alm.). Film ini sendiri dicekal selama 16 tahun oleh Pemerintah Orde Baru dan baru boleh dirilis untuk publik pada tahun 1993. Di awal tahun 2000, film ini di-remake menjadi sinetron dan peran Rendra pun digantikan oleh Roger Danuarta. Wuakakaka...

Back to the poem, dalam puisi itu Rendra bertanya, "kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga?" Waktu masih muda dulu, saya sering tidak mengerti kok bisa-bisanya Rendra menilai bahwa yang tengah bertarung adalah maksud baik dan maksud baik. Bagi gw saat itu, yang tengah berlaga adalah maksud baik dan tirani, maksud baik dan sebuah kejahatan kemanusiaan.

Menonton X-Men: The Last Stand, tiba-tiba gw teringat kepada Rendra. Tidak seperti kedua film sebelumnya yang disutradarai Bryan Singer, X-Men 3: The Last Stand disutradai Brett Ratner yang ternyata memberi arahan visual dan tuturan yang berbeda, unique in a good way ketimbang dua film sebelumnya.

Film ini menggelar sebuah pentas pertarungan antara maksud baik dengan maksud baik. Sepasang sahabat yang sama-sama menginginkan tegaknya eksistensi manusia mutan (Magnetto dan Charles Xavier) , sepasang kekasih yang saling berusaha mempertahankan cintanya (Phoenix-Cyclops dan Rogue-Iceman), ayah yang ingin membebaskan anaknya dari kesakitan dan ketakutan (Warren Worthington II), anak yang ingin hidup 'normal' dengan minta diterima keberadaannya yang berbeda (Angel), diplomat yang ingin memperjuangkan aspirasi kaumnya (Dr. Hank McCoy), kaum tertindas yang ingin melawan dan mengabdi terus pada gurunya(Mystique), guru yang ingin melindungi murid-muridnya (Storm), dokter yang ingin menciptakan perdamaian (Dr. Kavita Rao) dan tentu saja sang jagoan yang terjebak antara pertarungan psikologis untuk memilih mempertahankan cintanya atau melindungi umat manusia (Wolverine).

Gw lantas saja tersadar dengan apa yang dikatakan Rendra dalam puisi itu. Ternyata maksud baik pun bisa berujung pada jalan-jalan yang brutal dan merugikan orang lain yang juga punya maksud baik, namun memilih jalan yang lain. Tiba-tiba terbuka mata gw, jangan-jangan berbagai tragedi di muka dunia ternyata hasil pertarungan dari maksud-maksud baik itu. Setiap maksud ternyata menawarkan seperangkat pilihan jalur yang pada titik ekstremnya bisa menampilkan wajah yang sama sekali bertolak belakang.

Semuanya bergantung pada pilihan kita sendiri. Kadang-kadang kitapun tidak bisa menduga, melainkan cuma berharap cemas misteri hidup akan menghilang dan bahagia di akhir cerita.

Bahkan gw gak pernah menyangka bahwa gw harus menyaksikan sebuah film ultra komersil Hollywood untuk memahami sebaris puisi Rendra. Seperti gw juga memilih untuk meletakan posting ini di halaman jurnal, alih-alih di Tamasya, serta menampilkan Halle Berry yang cantik, seksi dan berprestasi sebagai icon untuk mengutarakan maksud gw di posting ini.

Hah??? Maksud lohhh???


SAJAK PERTEMUAN MAHASISWA

matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit
melihat kali coklat menjalar ke lautan
dan mendengar dengung di dalam hutan

lalu kini ia dua penggalah tingginya
dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini
memeriksa keadaan

kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna
kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : "kami ada maksud baik"
dan kita bertanya : "maksud baik untuk siapa ?"

ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita disini bertanya :
"maksud baik saudara untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana ?"

kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah - tanah di gunung telah dimiliki orang - orang kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat - alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya

tentu, kita bertanya :
"lantas maksud baik saudara untuk siapa ?"
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
ilmu - ilmu diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan
ataukah alat penindasan ?

sebentar lagi matahari akan tenggelam
malam akan tiba
cicak - cicak berbunyi di tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang

dan esok hari
matahari akan terbit kembali
sementara hari baru menjelma
pertanyaan - pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra

di bawah matahari ini kita bertanya :
ada yang menangis, ada yang mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !

RENDRA
( jakarta, 1 desember 1977 )

No comments:

IBX5899AACD4E772