Wednesday, June 29, 2005
NOT FAR BUT AWAY
Ada kalanya begitu sedikit hal menarik untuk ditulis sehingga kita mengenal istilah writer's block. Sementara ada kala lain di mana begitu banyak hal menarik terjadi untuk ditulis di blog ini. Saking banyaknya hal menarik itu, maka energi pun jadi habis dan ujung-ujungnya tidak bisa menulis juga. The bottomline is: writer's block juga... hehehe, iya nggak?
Sudah 3 akhir pekan ini, gw seperti dilempar dari satu rave party ke rave party lain. Kultur rave party ternyata kini memang sedang jadi trend mengemuka di sekitar Jakarta. Kalau rute gw sendiri malah tak cuma sekitar Jakarta tetapi sampai ke negeri jiran. Bermula dari Cream pada 11 Juni 2005 lalu. Cream tahun lalu sebenarnya tidak terlalu luar biasa, jadi ekspektasi gw tahun ini juga biasa saja. Tetapi tahun lalu, pada minggu siang sesudah Cream, gw ada jadwal pemotretan dengan Masayu Anastasia. Pemotretan itu sendiri jadi sempat agak-agak ribet awalnya (maklum basian!) namun akhirnya berjalan mulus, lancar dan sukses. Bahkan sampai saat ini, boleh dibilang salah satu pemotretan tersukses yang pernah gw lakukan sampai dimuat di beberapa negara. Pemotretan itu sempat memuluskan beberapa jalur dalam karir gw sesudahnya untuk beberapa saat. Selain itu, efek pemotretan itu belakangan hari mengantar gw berkenalan dengan Abi yang sampai hari ini jadi sahabat dekat gw, meskipun agak jarang ketemu lagi. Atas nama masa lalu yang belum terlalu jauh - not far but away... - maka gw berangkat Cream.
Minggu berikutnya berangkat ke Singapura. Resminya sih diundang ke Ibiza Summerdance Out 2005 yang diadakan di Sentosa Island. Tetapi karena acaranya baru Sabtu malam, sementara undangannya dimulai sejak Jum'at pagi, maka oleh Singapore Tourism Board, kami dijamu dan disuguhi berbagai kegiatan. Umumnya shopping dan melihat-lihat clubbing scene di Singapore. Mulai dari mengunjungi New Asia Bar, sebuah lounge bar tertinggi di Singapore, sampai clubhopping ke berbagai bar dan club yang konon happening di sana dan akhirnya ke Zouk. Tapi karena sudah jalan dari subuh, agak kurang enjoy juga jalan-jalannya, kebanyakan capeknya. Tetapi lumayanlah bisa melihat pengalaman baru dalam berpesta. Besoknya selain clubbing, kami masih sempat menonton sebuah pertunjukan pantomime unik yang menampilkan atraksi dengan balon sabun gitu. Sesudah itu naik G-Max (semacam bungee jumping gitu tapi yang dilempar dari bawah, bukan yang lompat dari atas. Waktu naik G-Max itu, saking seremnya, gw sampai nggak bisa teriak di atas sana. Pas turun, gw bersyukur bisa selamat dan bersyukur in my boring life, at least I could feel a bungee jumping experience. Tapi sumpah, nggak mau gw ulang dua kali! Malamnya baru deh ke rave party itu. Dibandingin ama rave party di Jakarta dan sekitarnya yang line up dj-nya bisa sampai puluhan orang dengan beberapa area, rave ini sih nggak ada apa-apanya. Ini cuma satu area dengan 3 DJ dari Ibiza beneran sih. Mereka main house, progressive lalu trance. Areanya memang asyik banget. Di tepi pantai berpasir putih yang indah, kalo di Indonesia gw jadi inget Aquasonic di Anyer hampir setahun lalu juga. Di belakang dj booth juga ada jacuzzi yang nyaman tempat puluhan orang menceburkan diri. Kebetulan gw di sana juga bareng banyak teman-teman ada Aline, Indah Kalalo, Putri Farmer, Nadya, Enditha, dll. Wah cantik-cantik semua... Kayanya seperempat yang hadir juga orang Jakarta atau orang Indonesia sih. Mungkin karena gw bergaulnya kebanyakan dengan orang Indonesia. Singapura memang dekat saja, hanya seperti di beranda Indonesia, - not far but away - tetapi setidaknya a whole new experience. Sesampainya di Indonesia, rasa kangen terhadap clubbing scene Jakarta pun meremang. Akhirnya dituntaskan deh dengan cara gw sendiri deh. You know how... Not far, but away...
Rave party berikutnya, adalah The Lost Chapter di Pulau Bidadari. Kalau dua rave party secara umum biasa-biasa saja. Nah, yang satu ini baru beda banget. Lokasinya di tepi pantai Pulau Bidadari, Kepulauan Seribu. Dijadwalkan mulai dari jam 5 sore dan akan berakhir besoknya jam 11 siang. Selain itu menurut gw konsepnya juga unik. Pengunjung harus berlayar dulu dengan boat, sesampainya di sana check in di beberapa cottage yang disediakan atau setidaknya cari tempat mangkal deh. Baru berlanjut cari makan malam, di tenda-tenda makan (mumpung masih bisa), baru deh berlanjut ke party-party di 3 area, seperti biasa dengan line up hingga puluhan orang. Sayang, pengunjungnya kurang begitu ramai, tetapi konsepnya dan tempatnya sih asyik banget. Benar-benar hal baru yang layak diulang. Tentu dengan positioning waktu yang lebih tepat. Mungkin karena mulai agak terlalu sore, sekitar jam 4 malam, gw sudah agak capek dan ternyata boat kembali ke Jakarta yang pertama kali baru jam 5 pagi. Akhirnya, gw cuma termenung di tepi pantai memandangi sinar bulan yang jatuh di lepas laut Jakarta. Sambil melihat lampu-lampu kota Jakarta dari kejauhan. Padahal, Pulau Bidadari masih Jakarta juga, tetapi rasanya sudah di luar kota banget. Pengalaman bermenung di tepi pantai ini yang akhirnya jadi asyik sendiri. Kadang-kadang tangan gw seperti berusaha meraih Jakarta, tetapi ternyata Jakarta not too far, but away from me... It's a 'lil bit sad and fun at a same time. Bulan yang tidak terlalu bulat tetapi bersinar sangat terang itu malah membuat gw menyenandungkan Fly Me To The Moon. Pengalaman ini indah banget sampai gw gak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menceritakannya. Ketika matahari terbit, kerinduan gw pada teman-teman gw yang menunggu di sudut Kota memuncak. Kehadiran speedboat, membangkitkan kegirangan gw untuk bergegas kembali ke Jakarta.
Pengalaman-pengalaman sesaat lepas dari realitas Jakarta ini akhirnya ada gunanya juga. Setidaknya ada nafas lega, ada kerinduan dan ada semangat baru yang bisa gw rasakan ketika kembali ke Jakarta. Ada kehangatan dan ada optimisme baru. Di bawah sinar matari di dermaga Marina Ancol, angin pantai bertiup pagi hari dan membisikan kecintaan gw pada kota ini. Gw jadi ingat salah satu episode Sex and The City, kalo nggak salah di sekitar episode 4 atau 5 gitu yang memang didedikasikan oleh penulisnya untuk mengungkap cintanya pada New York. Kala itu Carrie Bradshaw juga berjalan menembus angin malam New York, kalau gw menembus angin pagi Jakarta. Lucu juga, karena pemikiran-pemikiran ini hadir di sekitar ulang tahun Kota Jakarta yang ke-478. Meskipun gw masih belum mengaku sebagai orang Jakarta tulen, tetapi di dalam ucapan Selamat Ulang Tahun Jakarta yang gw ucapkan dalam hati, terselip juga kata-kata cinta untuk kota yang keras ini.
Rupanya pengalaman minggu lalu tidak akan jadi pengalaman rave party terakhir gw dalam bulan ini. Karena next weekend akan ada rave party lagi di Hambalang. Salah satu rave party penting juga dalam sejarah CBS. Sepertinya atas nama masa lalu, akan jadi keharusan juga untuk hadir. Well, another not far but away experience lagi. Semoga sukses deh...
Terlepas dari itu, gw baru saja membuat list 3 topik baru yang sudah antri untuk di-upload ke blog ini. Gila, gw senang meskipun tidak selalu berisi warna-warna cerah, ternyata begitu banyak hal dalam hidup yang bisa kita kenang dan kita pelajari.
FLY ME TO THE MOON
Fly me to the moon
Let me play among the stars
Let me see what spring is like
On a-Jupiter and Mars
In other words, hold my hand
In other words, baby, kiss me
Fill my heart with song
And let me sing for ever more
You are all I long for
All I worship and adore
In other words, please be true
In other words, I love you
Thursday, June 16, 2005
HUJAN BULAN JUNI
Kemarin seharian beredar di luar kantor. Pagi-pagi sekali nonton Gie. Film baru Riri Riza yang dimainkan oleh Nicholas Saputra. Soe Hok Gie boleh dibilang inspirasi hidup saya. Saya jadi demonstran dulu, saya menulis, saya menonton dan menulis film, saya jadi wartawan, bahkan saya membuat blog ini karena Soe Hok Gie. Tentu saja, alur yang kami tempuh akhirnya berbeda sama sekali. Tapi film itu sendiri seperti menggetarkan sesuatu di dalam saya. Sesuatu yang selama ini saya ninabobokan secara paksa. Tiba-tiba saya merindukan semua hal dari masa lalu saya. Tiba-tiba saya bahkan merindukan kosa kata yang dulu kerap saya gunakan. Tiba-tiba saya seperti begitu terasing. Begitu teralienasi.
Setelah menonton Gie, saya langsung briefing soal keberangkatan ke Singapura Jum'at ini. Lantas, menyelesaikan masalah peminjaman lingerie di Kelapa Gading Mall. Sementara di luar hujan rintik sejak pagi. Rasanya saya seperti berenang mengarungi setengah Jakarta. Setelah semua terlewati badan terasa lelah sekali. Tiba-tiba saya teringat bahwa sekarang sudah hampir habis bulan Juni. Rinai hujan masih menemani. Tahun lalu juga ada hujan di bulan Juni. Tahun lalu saya sms Mbak Reda. Tahun ini, kalau saya ulangi pasti akan basi. Maka saya tulis blog ini. Karena ada rasa asing yang saya kenali, tengah muncul kembali. Karena kali ini ada lagi hujan bulan juni. Kali ini saya tulis blog ini...
Hujan Bulan Juni
karya Sapardi Djoko Damono
tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Gie Official Website
Obituary Soe Hok Gie by Ben Anderson
And by the way, hari ini gw tepat dua tahun bekerja di FHM lho... (note ini ditambahkan pada tanggal 22-06-2005 jadi udah kelewat 5 hari...)
Beberapa hari sesudah posting ini dirilis, tak dinyana muncul pesan dari Mbak Reda di blog ini. Isinya peluncuran album terbaru mereka. Album ini bertajuk Gadis Kecil dan dinyanyikan oleh Dua Ibu (Reda dan Tatyana) sekarang sudah bisa didapatkan di berbagai outlet Aksara Bookstore dan Soho Music Plaza Semanggi. Di dalamnya ada beberapa lagu yang di-aransemen ulang, termasuk Aku Ingin, Dalam Diriku dan Hujan Bulan Juni. Sayang tidak ada Di Restoran dan Metamorfosis salah dua kesukaan saya. Dalam peluncurannya, mereka mendedikasikan lagu Aku Ingin pada seluruh blogger Indonesia. Terima kasih, Ibu!
cover CD Gadis Kecil (Dua Ibu)
Setelah menonton Gie, saya langsung briefing soal keberangkatan ke Singapura Jum'at ini. Lantas, menyelesaikan masalah peminjaman lingerie di Kelapa Gading Mall. Sementara di luar hujan rintik sejak pagi. Rasanya saya seperti berenang mengarungi setengah Jakarta. Setelah semua terlewati badan terasa lelah sekali. Tiba-tiba saya teringat bahwa sekarang sudah hampir habis bulan Juni. Rinai hujan masih menemani. Tahun lalu juga ada hujan di bulan Juni. Tahun lalu saya sms Mbak Reda. Tahun ini, kalau saya ulangi pasti akan basi. Maka saya tulis blog ini. Karena ada rasa asing yang saya kenali, tengah muncul kembali. Karena kali ini ada lagi hujan bulan juni. Kali ini saya tulis blog ini...
Hujan Bulan Juni
karya Sapardi Djoko Damono
tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Gie Official Website
Obituary Soe Hok Gie by Ben Anderson
And by the way, hari ini gw tepat dua tahun bekerja di FHM lho... (note ini ditambahkan pada tanggal 22-06-2005 jadi udah kelewat 5 hari...)
Beberapa hari sesudah posting ini dirilis, tak dinyana muncul pesan dari Mbak Reda di blog ini. Isinya peluncuran album terbaru mereka. Album ini bertajuk Gadis Kecil dan dinyanyikan oleh Dua Ibu (Reda dan Tatyana) sekarang sudah bisa didapatkan di berbagai outlet Aksara Bookstore dan Soho Music Plaza Semanggi. Di dalamnya ada beberapa lagu yang di-aransemen ulang, termasuk Aku Ingin, Dalam Diriku dan Hujan Bulan Juni. Sayang tidak ada Di Restoran dan Metamorfosis salah dua kesukaan saya. Dalam peluncurannya, mereka mendedikasikan lagu Aku Ingin pada seluruh blogger Indonesia. Terima kasih, Ibu!
cover CD Gadis Kecil (Dua Ibu)
Monday, June 13, 2005
THE FIVE PEOPLE YOU MEET IN HEAVEN
Gw baru baca The Five People You Meet In Heaven karangan Mitch Albom. Buku ini terlalu bagus untuk dilewatkan. Isinya begitu banyak pelajaran yang terlalu penting untuk dilupakan. Supaya gak lupa gw coba salin beberapa kutipannya. Jika tertarik untuk membaca review-nya silakan dicek beberapa hari lagi di kanal Tamasya di blog ini juga.
The First Lesson
"That there are no random acts. That we are all connected. That you can no more separate one life from another than you can separate a breeze from the wind."
The Blue Man held out his hand. "Fairness," he said, "does not govern life and death. If it did, no good person would ever die young."
"My funeral," the Blue Man said. "Look at the mourners. Some did not even know me well, yet they came. Why? Did you ever wonder? Why people gather when others die? Why people feel they should?
"It is because the human spirit knows, deep down, that all lives intersect. That death doesn't just take someone, it misses someone else, and in the small distance between being taken and being missed, lives are changed.
"You say you should have died instead of me. But during my time on earth, people died instead of me, too. It happens every day. When lightning strikes a minute after you are gone, or an airplane crashes that you might have been on. When your colleague falls ill and you do not. We think such things are random. But there is a balance to it all. One withers, another grows. Birth and death are part of a whole.
"Strangers," the Blue Man said, "are just family you have yet to come to know."
"No life is a waste," the Blue Man said. "The only time we waste is the time we spend thinking we are alone."
The Second Lesson
"Time," the Captain said, "is not what you think." He sat down next to Eddie. "Dying? Not the end of everything. We think it is. But what happens on earth is only the beginning."
"I figure it's like in the Bible, the Adam and Eve deal?" the Captain said. "Adam's first night on earth? When he lays down to sleep? He thinks it's all over, right? He doesn't know what sleep is. His eyes are closing and he thinks he's leaving this world, right?
"Only he isn't. He wakes up the next morning and he has a fresh new world to work with, but he has something else, too. He has his yesterday."
The Captain grinned. "The way I see it, that's what we're getting here, soldier. That's what heaven is. You get to make sense of your yesterdays."
"Sacrifice is a part of life. It's supposed to be. It's not something to regret. It's something to aspire to. Little sacrifices. Big sacrifices. A mother works so her son can go to school. A daughter moves home to take care of her sick father.
"That's the thing. Sometimes when you sacrifice something precious, you're not really losing it. You're just passing it on to someone else."
The Third Lesson
Holding anger is a poison. It eats you from inside. We think that hating is a weapon that attacks the person who harmed us. But hatred is a curved blade. And the harm we do, we do to ourselves.
The Fourth Lesson
"Lost love is still love, Eddie. It takes a different form, that's all. You can't see their smile or bring them food or tousle their hair or move them around a dance floor. But when those senses weaken, another heightens. Memory. Memory becomes your partner. You nurture it. You hold it. You dance with it.
"Life has to end," she said. "Love doesn't."
The Last Lesson
The secret of heaven: that each affects the other and the other affects the next, and the world is full of stories, but the stories are all one.
Kalo dari filmnya ada juga beberapa kalimat penting yang bisa dikutip:
People stop sacrificing for one another, they lose what keeps them human.
Hate is a curved blade, and the harm that we do to others is also harm we do to ourselves.
In heaven, there is no judgment, but rather an opportunity to examine our lives-who we touched, the choices we made, and the consequences of those choices.
There is no fair in life and death. If it were, no good men would die young.
Buku ini memang penuh pelajaran berharga, akan sayang sekali jika tidak dicari dan dibaca. Pertanyaan gw sesudah membacanya. Kalau kita sudah memeriksa kehidupan kita, lantas apa yang akan kita lakukan di surga? Ah, tapi hidup kan panjang, pasti selalu ada banyak hal yang harus kita maknai, kita mengerti. Jadi ayo mulai dari sekarang.
Thursday, June 09, 2005
PADAM
Lantas padam begitu saja
Semua badai amarah yang aku kobarkan
Mungkin karena aku tak berminyak lagi
Habis sudah energiku
Kendati masih tinggalku dengan hangus
dan abu
dan kerak
dan hancur
dan luka
Cuma sepotong ego yang kini bekerja
Amarah ini hanya membakar tubuhku sendiri
Dan aku masih sayang aku
Semoga titik-titik hujan kembali hadir
Membasahi jiwa gersang ini
agar seketip benih yang tersisa
bisa tumbuh kembali
mengalirkan hidup
Semua badai amarah yang aku kobarkan
Mungkin karena aku tak berminyak lagi
Habis sudah energiku
Kendati masih tinggalku dengan hangus
dan abu
dan kerak
dan hancur
dan luka
Cuma sepotong ego yang kini bekerja
Amarah ini hanya membakar tubuhku sendiri
Dan aku masih sayang aku
Semoga titik-titik hujan kembali hadir
Membasahi jiwa gersang ini
agar seketip benih yang tersisa
bisa tumbuh kembali
mengalirkan hidup
GUSUR
Kata-kata ini sempat menjadi kata-kata yang sangat populer hingga 7 tahun lalu. Bukan lantaran kata ini diangkat jadi salah satu karakter dalam comedy teenlit LUPUS, melainkan karena maraknya tragedi yang karena kata ini sepanjang pemerintahan Orde Baru. Reaksi perlawanan sendiri muncul baru dimulai sejak sekitar akhir tahun 1980-an, tepatnya sekitar 1988 dengan meletusnya kasus Cimacan di Garut dan - yang paling populer - Kedungombo.
Kasus-kasus tanah memang sempat menjadi pemantik ulang kehadiran mahasiswa Indonesia di kancah politik nasional. Sejak dibungkam lewat NKK/BKK sejak tahun 1978, kiprah politik mahasiswa memang tersendat selama hampir 10 tahun. Mereka baru berhasil kembali colongan lagi lewat aksi-aksi sosial dalam rangka anti penggusuran itu, baru kemudian meluas ke wilayah-wilayah tidak beres lainnya hingga akhirnya berhasil meruntuhkan pemerintahan 10 tahun sesudahnya.
Waktu gw mulai kuliah di Bandung tahun 1994, gw juga mulai belajar politik lewat kasus-kasus penggusuran yang marak terjadi di Jawa Barat waktu itu. Dua kasus penggusuran pertama yang jadi sekolah politik gw waktu itu adalah Kasus tanah Cibeureum - yang entah bagaimana nasibnya kini - dan Kasus Penggusuran lahan berjualan Pedagang Kaki Lima UNPAD. Untuk kasus kedua, pada akhirnya kami berhasil membuat pihak birokrasi kampus mengembalikan lahan berjualan tersebut. Para pedagang kaki lima yang nyaris tergusur itu, akhirnya membentuk Serikat Pekerja sendiri bernama Pakilun (Pedagang Kaki Lima UNPAD). Kabar terakhir mereka juga sempat membetuk Koperasi segala. Entah bagaimana juga khabarnya sekarang.
Gw nggak banyak mengikuti lagi, karena gw telah tercerabut dari akar rumput itu lama sekali. Terakhir kali gw berurusan dengan masalah ini kira-kira tahun 1999, waktu gw ikutan Simposium Agenda Reformasi Pertanahan yang diadakan Akatiga di Puncak. Waktu itu terjadi hubungan yang sangat dialogis antara birokrasi pemerintah BJ Habibie dengan NGO yang mewakili rakyat. Waktu itu juga diumumkan berbagai paket deregulasi birokrasi tanah berupa kemudahan sertifikasi pemilikan dan pengurusan hak guna tanah. Detailnya gw sekarang sudah agak lupa. Tak lama kemudian, gw pun perlahan-lahan menjauhi politik dan mendekati dunia hiburan.
Dalam situasi beku panjang itu, tiba-tiba hari Minggu, 5 Juni lalu gw disentakan berita penggusuran lagi. Kata-kata itu tiba tiba muncul lagi dalam daftar kosakata gw, setelah terkubur sejak pergantian milenium.
Awalnya adalah Rere yang meminta gw menemaninya jaga stand di Pameran Industri Pers. Sebelum gw datang, Rere minta dibawakan makanan, jadi gw belikan dulu di Sogo Supermarket. Keluar dari Sogo Supermarket, lalu siap-siap menunggu taksi di depan Wisma Nusantara. Gw mulai bingung kenapa tidak satu pun kendaraan lewat siang itu di tepi Jl. Thamrin (bayangin!!). 5 menit kemudian, gw pun menemukan sebabnya. 2000 orang korban penggusuran tengah berdemonstrasi dengan berjalan kaki mulai dari Patung Arjuna dekat monas ke Bundaran HI. Di Bundaran HI, mereka lalu menggelar pentas nol penggusuran yang dihadiri juga oleh artis Rieke Dyah Pitaloka.
Siang itu mereka menuntut dicabutnya Perpres No. 36/2005. Perpres 36/2005 konon menjadikan investasi adalah raja, sementara rakyat adalah kendala. Atas nama pembangunan untuk kepentingan umum, proyek pemerintah dan swasta yang digunakan untuk mencari keuntungan diperkenankan untuk mencabut hak rakyat atas tanah. Seperti disebutkan dalam Perpres tersebut, panitia pengadaan tanah dibentuk oleh bupati atau wali kota dengan susunan keanggotaan yang terdiri atas unsur-unsur perangkat daerah terkait. Penitia ini mengatur mekanisme ganti rugi dengan cara musyawarah dalam jangka waktu 90 hari, namun jika dalam jangka waktu tersebut tidak tercapai kesepakatan harga, maka panitia pengadaan tanah dapat menetapkan harga ganti rugi secara sepihak. Perpres 36/2005 akan membuat pembangunan berbagai proyek menjadi lancar. Yang artinya puluhan ribu rakyat yang selama ini hanya ingin tinggal secara wajar akan tergusur secara legal.
Dari www.jatim.go.id, seorang tokoh pemerintahan menyatakan sebenarnya Perpres ini justru melindungi rakyat karena dia menyebutkan secara detail poin-poin yang disebut kepentingan umum jadi rakyat tidak bisa semena-mena digusur untuk suatu proyek melainkan hanya untuk proyek-proyek kepentingan umum yang sudah disebutkan saja. Perpres ini memuat 21 jenis proyek “pembangunan untuk kepentingan umum”, yakni: (a) Jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi, (b) Waduk, bendungan, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya, (c) Rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat, (d) Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal, (e) Peribadatan, (f) Pendidikan atau sekolah, (g) Pasar umum, (h) Fasilitas pemakaman umum, (i) Fasilitas keselamatan umum, (j) Pos dan telekomunikasi, (k) Sarana olah raga, (l) Stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya, (m) Kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, PBB, dan atau lembaga-lembaga internasional di bawah naungan PBB, (n) Fasilitas TNI dan POLRI sesuai tugas pokok dan fungsinya, (o) Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, (p) Rumah susun sederhana, (q) Tempat pembuangan sampah, (r) Cagar alam dan cagar budaya, (s) Pertamanan, (t) Panti sosial, dan (u) Pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik (Pasal 5). Tapi lucunya, objek kepentingan umum di sini juga didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat dikelola swasta dan menghasilkan keuntungan juga.
Gw terhenyak kaget di pinggir jalan. Tiba-tiba gw seperti telah dilemparkan jauh sekali dari bumi tempat gw berpijak. Gw nggak menyangka banget bahwa ternyata masalah ini masih jadi dilema tak terpecahkan. Mata gw yang terpejam dalam tidur panjang seperti dibuka kembali. Kasus-kasus tanah memang tak lagi jadi kasus populis akhir-akhir ini. Orang lebih tertarik membahas masalah-masalah politik makro ketimbang ribuan orang yang terusir dari tempat tinggalnya. Yang lebih membuat gw kaget adalah bagaimana Perpres ini seperti menarik kita kembali ke masa lalu. Ketika jargon Atas Nama Pembangunan mengemuka dengan gagahnya.
Gw sendiri nggak bisa ikut aksi siang itu. Gw hanya menunggu mereka lewat semua, lalu menemukan taksi dan segera berangkat ke Senayan untuk membawa makanan bagi Rere. Di dalam taksi otak gw berpikir keras (sudah agak jarang juga sih hal ini gw lakukan). Kalau dulu mungkin gw akan langsung ikut merapatkan barisan di sana dan ikut berkata-kata. Kali ini gw seperti tidak berdaya. Satu-satunya yang bisa gw lakukan adalah hal ini. Semoga bisa dipahami...
Sebelum sampai di Senayan, gw mendengarkan lagu U2 lewat iPod pinjaman.
Walk On
And love is not the easy thing
The only baggage you can bring...
And love is not the easy thing...
The only baggage you can bring
Is all that you can't leave behind
And if the darkness is to keep us apart
And if the daylight feels like it's a long way off
And if your glass heart should crack
And for a second you turn back
Oh no, be strong
Walk on, walk on
What you got, they can't steal it
No they can't even feel it
Walk on, walk on
Stay safe tonight...
You're packing a suitcase for a place none of us has been
A place that has to be believed to be seen
You could have flown away
A singing bird in an open cage
Who will only fly, only fly for freedom
Walk on, walk on
What you got they can't deny it
Can't sell it or buy it
Walk on, walk on
Stay safe tonight
And I know it aches
And your heart it breaks
And you can only take so much
Walk on, walk on
Home...hard to know what it is if you never had one
Home...I can't say where it is but I know I'm going home
That's where the heart is
I know it aches
How your heart it breaks
And you can only take so much
Walk on, walk on
Leave it behind
You've got to leave it behind
All that you fashion
All that you make
All that you build
All that you break
All that you measure
All that you steal
All this you can leave behind
All that you reason
All that you sense
All that you speak
All you dress up
All that you scheme...
Music: U2
Lyrics: Bono
Kasus-kasus tanah memang sempat menjadi pemantik ulang kehadiran mahasiswa Indonesia di kancah politik nasional. Sejak dibungkam lewat NKK/BKK sejak tahun 1978, kiprah politik mahasiswa memang tersendat selama hampir 10 tahun. Mereka baru berhasil kembali colongan lagi lewat aksi-aksi sosial dalam rangka anti penggusuran itu, baru kemudian meluas ke wilayah-wilayah tidak beres lainnya hingga akhirnya berhasil meruntuhkan pemerintahan 10 tahun sesudahnya.
Waktu gw mulai kuliah di Bandung tahun 1994, gw juga mulai belajar politik lewat kasus-kasus penggusuran yang marak terjadi di Jawa Barat waktu itu. Dua kasus penggusuran pertama yang jadi sekolah politik gw waktu itu adalah Kasus tanah Cibeureum - yang entah bagaimana nasibnya kini - dan Kasus Penggusuran lahan berjualan Pedagang Kaki Lima UNPAD. Untuk kasus kedua, pada akhirnya kami berhasil membuat pihak birokrasi kampus mengembalikan lahan berjualan tersebut. Para pedagang kaki lima yang nyaris tergusur itu, akhirnya membentuk Serikat Pekerja sendiri bernama Pakilun (Pedagang Kaki Lima UNPAD). Kabar terakhir mereka juga sempat membetuk Koperasi segala. Entah bagaimana juga khabarnya sekarang.
Gw nggak banyak mengikuti lagi, karena gw telah tercerabut dari akar rumput itu lama sekali. Terakhir kali gw berurusan dengan masalah ini kira-kira tahun 1999, waktu gw ikutan Simposium Agenda Reformasi Pertanahan yang diadakan Akatiga di Puncak. Waktu itu terjadi hubungan yang sangat dialogis antara birokrasi pemerintah BJ Habibie dengan NGO yang mewakili rakyat. Waktu itu juga diumumkan berbagai paket deregulasi birokrasi tanah berupa kemudahan sertifikasi pemilikan dan pengurusan hak guna tanah. Detailnya gw sekarang sudah agak lupa. Tak lama kemudian, gw pun perlahan-lahan menjauhi politik dan mendekati dunia hiburan.
Dalam situasi beku panjang itu, tiba-tiba hari Minggu, 5 Juni lalu gw disentakan berita penggusuran lagi. Kata-kata itu tiba tiba muncul lagi dalam daftar kosakata gw, setelah terkubur sejak pergantian milenium.
Awalnya adalah Rere yang meminta gw menemaninya jaga stand di Pameran Industri Pers. Sebelum gw datang, Rere minta dibawakan makanan, jadi gw belikan dulu di Sogo Supermarket. Keluar dari Sogo Supermarket, lalu siap-siap menunggu taksi di depan Wisma Nusantara. Gw mulai bingung kenapa tidak satu pun kendaraan lewat siang itu di tepi Jl. Thamrin (bayangin!!). 5 menit kemudian, gw pun menemukan sebabnya. 2000 orang korban penggusuran tengah berdemonstrasi dengan berjalan kaki mulai dari Patung Arjuna dekat monas ke Bundaran HI. Di Bundaran HI, mereka lalu menggelar pentas nol penggusuran yang dihadiri juga oleh artis Rieke Dyah Pitaloka.
Siang itu mereka menuntut dicabutnya Perpres No. 36/2005. Perpres 36/2005 konon menjadikan investasi adalah raja, sementara rakyat adalah kendala. Atas nama pembangunan untuk kepentingan umum, proyek pemerintah dan swasta yang digunakan untuk mencari keuntungan diperkenankan untuk mencabut hak rakyat atas tanah. Seperti disebutkan dalam Perpres tersebut, panitia pengadaan tanah dibentuk oleh bupati atau wali kota dengan susunan keanggotaan yang terdiri atas unsur-unsur perangkat daerah terkait. Penitia ini mengatur mekanisme ganti rugi dengan cara musyawarah dalam jangka waktu 90 hari, namun jika dalam jangka waktu tersebut tidak tercapai kesepakatan harga, maka panitia pengadaan tanah dapat menetapkan harga ganti rugi secara sepihak. Perpres 36/2005 akan membuat pembangunan berbagai proyek menjadi lancar. Yang artinya puluhan ribu rakyat yang selama ini hanya ingin tinggal secara wajar akan tergusur secara legal.
Dari www.jatim.go.id, seorang tokoh pemerintahan menyatakan sebenarnya Perpres ini justru melindungi rakyat karena dia menyebutkan secara detail poin-poin yang disebut kepentingan umum jadi rakyat tidak bisa semena-mena digusur untuk suatu proyek melainkan hanya untuk proyek-proyek kepentingan umum yang sudah disebutkan saja. Perpres ini memuat 21 jenis proyek “pembangunan untuk kepentingan umum”, yakni: (a) Jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi, (b) Waduk, bendungan, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya, (c) Rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat, (d) Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal, (e) Peribadatan, (f) Pendidikan atau sekolah, (g) Pasar umum, (h) Fasilitas pemakaman umum, (i) Fasilitas keselamatan umum, (j) Pos dan telekomunikasi, (k) Sarana olah raga, (l) Stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya, (m) Kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, PBB, dan atau lembaga-lembaga internasional di bawah naungan PBB, (n) Fasilitas TNI dan POLRI sesuai tugas pokok dan fungsinya, (o) Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, (p) Rumah susun sederhana, (q) Tempat pembuangan sampah, (r) Cagar alam dan cagar budaya, (s) Pertamanan, (t) Panti sosial, dan (u) Pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik (Pasal 5). Tapi lucunya, objek kepentingan umum di sini juga didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat dikelola swasta dan menghasilkan keuntungan juga.
Gw terhenyak kaget di pinggir jalan. Tiba-tiba gw seperti telah dilemparkan jauh sekali dari bumi tempat gw berpijak. Gw nggak menyangka banget bahwa ternyata masalah ini masih jadi dilema tak terpecahkan. Mata gw yang terpejam dalam tidur panjang seperti dibuka kembali. Kasus-kasus tanah memang tak lagi jadi kasus populis akhir-akhir ini. Orang lebih tertarik membahas masalah-masalah politik makro ketimbang ribuan orang yang terusir dari tempat tinggalnya. Yang lebih membuat gw kaget adalah bagaimana Perpres ini seperti menarik kita kembali ke masa lalu. Ketika jargon Atas Nama Pembangunan mengemuka dengan gagahnya.
Gw sendiri nggak bisa ikut aksi siang itu. Gw hanya menunggu mereka lewat semua, lalu menemukan taksi dan segera berangkat ke Senayan untuk membawa makanan bagi Rere. Di dalam taksi otak gw berpikir keras (sudah agak jarang juga sih hal ini gw lakukan). Kalau dulu mungkin gw akan langsung ikut merapatkan barisan di sana dan ikut berkata-kata. Kali ini gw seperti tidak berdaya. Satu-satunya yang bisa gw lakukan adalah hal ini. Semoga bisa dipahami...
Sebelum sampai di Senayan, gw mendengarkan lagu U2 lewat iPod pinjaman.
Walk On
And love is not the easy thing
The only baggage you can bring...
And love is not the easy thing...
The only baggage you can bring
Is all that you can't leave behind
And if the darkness is to keep us apart
And if the daylight feels like it's a long way off
And if your glass heart should crack
And for a second you turn back
Oh no, be strong
Walk on, walk on
What you got, they can't steal it
No they can't even feel it
Walk on, walk on
Stay safe tonight...
You're packing a suitcase for a place none of us has been
A place that has to be believed to be seen
You could have flown away
A singing bird in an open cage
Who will only fly, only fly for freedom
Walk on, walk on
What you got they can't deny it
Can't sell it or buy it
Walk on, walk on
Stay safe tonight
And I know it aches
And your heart it breaks
And you can only take so much
Walk on, walk on
Home...hard to know what it is if you never had one
Home...I can't say where it is but I know I'm going home
That's where the heart is
I know it aches
How your heart it breaks
And you can only take so much
Walk on, walk on
Leave it behind
You've got to leave it behind
All that you fashion
All that you make
All that you build
All that you break
All that you measure
All that you steal
All this you can leave behind
All that you reason
All that you sense
All that you speak
All you dress up
All that you scheme...
Music: U2
Lyrics: Bono
Friday, June 03, 2005
TWENTYSOMETHING
After years of expensive education
A car full of books and anticipation
I'm an expert on Shakespeare and that's a hell of a lot
But the world don't need scholars as much as I thought
Maybe I'll go travelling for a year
Finding myself, or start a career
Could work the poor, though I'm hungry for fame
We all seem so different but we're just the same
Maybe I'll go to the gym, so I don't get fat
Aren't things more easy, with a tight six pack
Who knows the answers, who do you trust
I can't even seperate love from lust
Maybe I'll move back home and pay off my loans
Working nine to five, answering phones
But don't make me live for Friday nights
Drinking eight pints and getting in fights
Maybe I'll just fall in love
That could solve it all
Philosophers say that that's enough
There surely must be more
Love ain't the answer, nor is work
The truth elludes me so much it hurts
But I'm still having fun and I guess that's the key
I'm a twentysomething and I'll keep being me
* * *
So much like us, don't you think?
A car full of books and anticipation
I'm an expert on Shakespeare and that's a hell of a lot
But the world don't need scholars as much as I thought
Maybe I'll go travelling for a year
Finding myself, or start a career
Could work the poor, though I'm hungry for fame
We all seem so different but we're just the same
Maybe I'll go to the gym, so I don't get fat
Aren't things more easy, with a tight six pack
Who knows the answers, who do you trust
I can't even seperate love from lust
Maybe I'll move back home and pay off my loans
Working nine to five, answering phones
But don't make me live for Friday nights
Drinking eight pints and getting in fights
Maybe I'll just fall in love
That could solve it all
Philosophers say that that's enough
There surely must be more
Love ain't the answer, nor is work
The truth elludes me so much it hurts
But I'm still having fun and I guess that's the key
I'm a twentysomething and I'll keep being me
* * *
So much like us, don't you think?
Thursday, June 02, 2005
JEMU
"The life of the creative man is lead, directed and controlled by boredom. Avoiding boredom is one of our most important purposes."
Susan Sontag
Sudah beberapa bulan ini gw mencanangkan niat untuk berbenah hidup. Seperti biasa pernah gw lalui. Hal-hal semacam ini gw mulai dengan wacana. Tanya sana-sini tentang hidup. Nonton film-film referensi yang tepat. Menyusun konsep perubahan yang harus gw lalui. Lantas mulai mengaplikasikannya. Namun, seperti biasa pula, menerapkan rancangan perubahan kepribadian itu tidak berjalan mulus bak Ksatria Baja Hitam berubah dari manusia biasa menjadi alter ego-nya.
Lucunya ada hal-hal yang secara sadar telah menjerat hidup gw terlalu dalam. Mengikatkan tali temali begitu rupa pada kaki gw sehingga gw tidak bisa melangkah bebas. Dari minggu ke minggu gw berusaha bergulat untuk lepas darinya. Tetapi ketika peluang itu datang, gw terjebak lagi exactly the same. Terjeblos ke lobang yang sama. Seperti keledai bodoh! Tak tertuliskan betapa jemunya gw menjalani lingkaran setan yang gw perbuat sendiri ini. Lantas gw cuma bisa menyalahkan hidup yang tidak adil.
Sekarang gw tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak banyak rencana yang bisa dijalankan, sebelum gw benar-benar menerapkan perubahan yang gw rencanakan itu pada diri gw. Misalnya mengurangi kebiasaan a dan b. Lantas mulai menabung. Detik ini dengan sisa-sisa kekuatan, gw hanya bisa berharap, semoga ada kekuatan lain yang membantu gw. Mengangkat gw dari lembah ini. Lalu gw menjalani sisanya dengan bersahaja.
Kesalahan jelas ada pada diri gw sendiri. Sekarang pertanyaannya sampai kapan gw akan tetap berkubang di sini, meratapi nasib dan melihat ke atas sambil menyesali diri kenapa tidak tercipta menjadi orang lain. Ah EwinK! Setiap orang punya masalahnya sendiri. Yang bisa dilakukan hanya menjalani kehidupan kamu dengan berhati-hati sesuai dengan kapasitas kamu. Jika kamu siap dan berani melakukannya. Maka niscaya semua akan berlalu baik-baik saja. Ewink, buka matamu! Bukankan sejak akhir masa remaja kamu sudah diberi tahu Ayu Utami bahwa hidup itu tidak adil. Yang harus dilakukan adalah melakukan pilihan-pilihan untuk mengatasinya. Kamu punya kelebihan lain yang bisa kamu manfaatkan, sehingga kamu harus juga punya cara kamu sendiri untuk berbahagia. Tidak perlu ikut cara orang atau jadi orang lain.
Vanity Fair, sebuah film baru yang akan mulai beredar minggu ini di Indonesia mengajarkan gw tentang banyak hal. Tentang cita-cita yang tak tercapai, tentang gairah berusaha, tentang kesalahan-kesalahan yang mungkin kita perbuat dalam hidup, tentang ups and downs. Tentang hidup! Film ini digarap Mira Nair, sineas India yang gw kagumi. Film ini dapat ponten 100 dari Roger Ebert di metacritics.com. Tak banyak teman gw yang suka film ini. "Nggak jelas poinnya," kata mereka. Cuma kisah perjalanan seorang social climber yang kebetulan suka berkesenian. Entah kenapa film ini seolah-olah mewakili gw banget pada saat ini. Dari film ini gw dapet wawasan bahwa pada akhirnya toh, kalo kita berjalan di jalur yang benar lantas berpasrah diri life will end up just fine. Untuk sementara gw harus menetapkan diri untuk tidak perlu mencita-citakan hidup sebagai orang lain. Semoga saja segala hal bisa berlangsung semudah di tulisan. Semoga kali ini gw bisa menetapkan niat gw. Bukankah sekarang gw memiliki motivasi untuk mengejarnya.
Semoga kali ini bisa gw buktikan...
Dengan wajah kuyu tertunduk lemas tanpa daya, monitor gw memunculkan kata-kata bijak yang dikutip mas Budiman Hakim dari milis CCI:
You will never be the person you can be, if pressure, tension, and discipline are taken out of your life.
(James G. Bilkey)
Susan Sontag
Sudah beberapa bulan ini gw mencanangkan niat untuk berbenah hidup. Seperti biasa pernah gw lalui. Hal-hal semacam ini gw mulai dengan wacana. Tanya sana-sini tentang hidup. Nonton film-film referensi yang tepat. Menyusun konsep perubahan yang harus gw lalui. Lantas mulai mengaplikasikannya. Namun, seperti biasa pula, menerapkan rancangan perubahan kepribadian itu tidak berjalan mulus bak Ksatria Baja Hitam berubah dari manusia biasa menjadi alter ego-nya.
Lucunya ada hal-hal yang secara sadar telah menjerat hidup gw terlalu dalam. Mengikatkan tali temali begitu rupa pada kaki gw sehingga gw tidak bisa melangkah bebas. Dari minggu ke minggu gw berusaha bergulat untuk lepas darinya. Tetapi ketika peluang itu datang, gw terjebak lagi exactly the same. Terjeblos ke lobang yang sama. Seperti keledai bodoh! Tak tertuliskan betapa jemunya gw menjalani lingkaran setan yang gw perbuat sendiri ini. Lantas gw cuma bisa menyalahkan hidup yang tidak adil.
Sekarang gw tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak banyak rencana yang bisa dijalankan, sebelum gw benar-benar menerapkan perubahan yang gw rencanakan itu pada diri gw. Misalnya mengurangi kebiasaan a dan b. Lantas mulai menabung. Detik ini dengan sisa-sisa kekuatan, gw hanya bisa berharap, semoga ada kekuatan lain yang membantu gw. Mengangkat gw dari lembah ini. Lalu gw menjalani sisanya dengan bersahaja.
Kesalahan jelas ada pada diri gw sendiri. Sekarang pertanyaannya sampai kapan gw akan tetap berkubang di sini, meratapi nasib dan melihat ke atas sambil menyesali diri kenapa tidak tercipta menjadi orang lain. Ah EwinK! Setiap orang punya masalahnya sendiri. Yang bisa dilakukan hanya menjalani kehidupan kamu dengan berhati-hati sesuai dengan kapasitas kamu. Jika kamu siap dan berani melakukannya. Maka niscaya semua akan berlalu baik-baik saja. Ewink, buka matamu! Bukankan sejak akhir masa remaja kamu sudah diberi tahu Ayu Utami bahwa hidup itu tidak adil. Yang harus dilakukan adalah melakukan pilihan-pilihan untuk mengatasinya. Kamu punya kelebihan lain yang bisa kamu manfaatkan, sehingga kamu harus juga punya cara kamu sendiri untuk berbahagia. Tidak perlu ikut cara orang atau jadi orang lain.
Vanity Fair, sebuah film baru yang akan mulai beredar minggu ini di Indonesia mengajarkan gw tentang banyak hal. Tentang cita-cita yang tak tercapai, tentang gairah berusaha, tentang kesalahan-kesalahan yang mungkin kita perbuat dalam hidup, tentang ups and downs. Tentang hidup! Film ini digarap Mira Nair, sineas India yang gw kagumi. Film ini dapat ponten 100 dari Roger Ebert di metacritics.com. Tak banyak teman gw yang suka film ini. "Nggak jelas poinnya," kata mereka. Cuma kisah perjalanan seorang social climber yang kebetulan suka berkesenian. Entah kenapa film ini seolah-olah mewakili gw banget pada saat ini. Dari film ini gw dapet wawasan bahwa pada akhirnya toh, kalo kita berjalan di jalur yang benar lantas berpasrah diri life will end up just fine. Untuk sementara gw harus menetapkan diri untuk tidak perlu mencita-citakan hidup sebagai orang lain. Semoga saja segala hal bisa berlangsung semudah di tulisan. Semoga kali ini gw bisa menetapkan niat gw. Bukankah sekarang gw memiliki motivasi untuk mengejarnya.
Semoga kali ini bisa gw buktikan...
Dengan wajah kuyu tertunduk lemas tanpa daya, monitor gw memunculkan kata-kata bijak yang dikutip mas Budiman Hakim dari milis CCI:
You will never be the person you can be, if pressure, tension, and discipline are taken out of your life.
(James G. Bilkey)
Subscribe to:
Posts (Atom)