Thursday, June 28, 2007
CIPRAT
Ciprat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti memercik ke mana-mana. Bahasa Inggrisnya adalah to splash, yang artinya cause (liquid) to strike or fall on something in irregular drops. Jadi sebenarnya yang namanya ciprat itu pasti berhubungan sama sesuatu yang cair. Well, kalau rezeki atau popularitas dikatagorikan sebagai cairan, maka bisalah kita kecipratan rezeki atau kecipratan popularitas.
Kecipratan rezeki atau popularitas memang enak. Kita bisa mendapatkan fasilitas atau akses terhadap sesuatu yang tidak kita usahakan. Kecipratan dalam makna literal bisa jadi enak juga. Misalnya kecipratan air mineral saat sedang mengikuti lomba marathon 10 K, seperti dua minggu lalu.
Tetapi yang pagi ini menyiprati gw bukan hal yang menyenangkan. Sejak tadi malam, Jakarta memang diguyur hujan bulan juni. Well, nggak ada salahnya sih dengan hujan bulan juni. Meskipun dianggap menyalahi musim, tetapi gw malah menikmatinya sebagai hal yang romantis, seperti dalam puisi Sapardi Djoko Damono atau lagunya Mbak Reda Gaudiamo yang diangkat dari puisi yang sama.
Kembali ke soal kecipratan. Karena sudah diguyur hujan sejak tadi malam, maka tidak heranlah Jakarta yang vulnerable ini langsung basah kuyup di segenap sisi jalannya. Tak jarang tampak air meluap dari selokan-selokan hitamnya atau menggenangi lubang-lubang jalannya. Pemandangan ini tidaklah ekslusif milik kampung-kampung urban yang berserakan di Jakarta, tetapi juga milik jalan-jalan protokol seperti Jl. HR. Rasuna Said tempat gw bermukim dan berkantor ini.
Di tengah hujan deras yang masih mengguyur, namun didorong oleh semangat baru untuk menjadi pribadi yang lebih baik, gw menembus rinai hujan dan berangkat nge-gym jam 6.30 pagi. Sialnya, ketika melewati belakang gedung Femina di dekat kost, sebuah mobil yang dikendarai oleh seorang eksekutif muda nirotak ngebut dan menggilas lubang berisi air itu. Kontan saja, a whole lot of mud splashed to my body, my shorty, and my shoes. Gw langsung saja berteriak, "You fucking shithead! Get off your car, now!" Tetapi tentu saja teriakan itu nggak ada gunanya sama sekali. Sang eksekutif muda tanpa otak itu tetap saja melaju dalam kenyamanan SUV car miliknya. Dalam hati gw cuma bisa memaki, "Screw you!!! Mudah-mudahan kena batunya."
Setelah, terciprat begitu, gw nggak mau mengalah lagi. Kalau tadi gw masih berusaha jalan di pinggir-pinggir sambil melompat-lompat menghindari lubang, kini gw memilih jalan agak di tengah - yang kebetulan memang agak rata dan tidak tergenang. Baru beberapa meter, lalu sebuah Kijang Inova mengklakson gw keras-keras dan terus menerus seperti marah. Rasa kesal gw memuncak, instead of going to the sidewalk, gw mendatangi jendela si pengklakson itu. Gw menggedor jendelanya sambil berteriak, "Lo nggak liat itu genangan air di pinggir jalan? Lo enak, masih naik mobil, jadi nggak harus berjuang ngelawan lumpur dan hujan ini. Nggak pengertian banget sih, atau nggak punya otak?" maki gw. Si pengemudi yang ternyata seorang cewek itu tidak membuka jendelanya sama sekali. Dia tampak menggumamkan kata maaf, tetapi langsung kabur. Untung kali ini nggak nyiprat lagi. Kalau sampai nyiprat, gw kayanya akan ngambil batu dan nimpuk mobilnya.
Sesampainya di gym, gw baru sadar kalau kecipratan lumpur Jakarta tidak sama dengan kecipratan cologne. Lumpur Jakarta mengandung bau busuk menyengat yang sangat mengganggu. Untunglah ada tisu basah dan hair dryer yang secara instant bisa membersihkan kotoran, menghilangkan bau dan mengeringkan celana pendek dan sepatu gw. Jadi tidak ada yang terganggu dengan bau busuk lumpur saat gw sedang lari di treadmill di sampingnya. At least, gw nggak tahu.
Sesudah nge-gym, tentunya gw langsung mandi dan berganti pakaian baru untuk ke kantor. Keluar dari gym, ternyata hujan masih deras dan jalur lambat kuningan sudah digenangi air hingga sekitar 20 cm. Tetapi tetap saja pengendara mobil dan motor yang lewat di sana sepertinya tidak peduli bahwa sedang ada orang-orang yang sedang berusaha melawan hujan untuk tetap sampai ke kantor dan tetap bersih di pinggir jalan. Hhmmff.. susah banget meminta toleransi di kota ini!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment