Monday, November 27, 2006

Tentang Berbagi Suami dan Hidup atau Mati






Sebuah tulisan Mas Djito Kasilo yang penting direnungkan



Bab I :

Di milis kopimaker, gw pernah dikritik Sheque karena gagap membedakan pertandingan dan perlombaan. Pertandingan itu kemenangannya cenderung lebih absolute. Misalnya pertandingan sepakbola, pemenangnya bisa dilihat orang banyak berapa gol yang dilakukan. Sedangkan perlombaan (nyanyi, ratu kecantikan, iklan, film) lebih bersifat relative, tergantung pakem2 para juri. Di sini kredibelitas juri dipertaruhkan dan dilindungi embel2 “keputusan tak boleh diganggu-gugat” .



Bab II :

Tersebutlah salah satu idola gw yang bernama Erick Fromm. Bukunya yang terkenal berjudul “To be or to have” (cieee… gw ngerti buku inggris nih ! Pdhal cuman baca terjemahannya) .

Katanya, semangat “memiliki” (to have) adalah semangat kematian. Orang2 dengan semangat memiliki ini, punya andil besar dalam pemiskinan kehidupan dunia. Karena setelah dia mencari dan mendapatkan sesuatu, langsung disimpennya sampai ke liang kubur.

Menurut penelitiannya, para jagoan dunia punya semangat “menjadi” (to be). Dia juga selalu mencari/mengupayaka n. Bila (gak apes, dan) mendapatkan yang diupayakan, bersama hasil upayanya itu dia “menjadikan dirinya sesuatu”. Maka yang terjadi adalah mencari/mengupayaka n-menjadi- mencari/mengupay akan-menjadi- me….. dst. Inilah semangat kehidupan.



Bab III :

Orang2 psikologi analisis (psikoanalisis gak selalu pengikut freud) mengenal istilah regresi, yaitu, situasi ‘menangisi’ masa kini dan merasa masa lalu lebih asyik. Pernah denger kan , orang bilang : “jaman gw jadi ketua OSIS lebih….”, atau “jaman regim Suharto lebih….”, atau “jaman Doraemon jadi ketua P3I, CPnya lebih…” dst. Itu regresi.

Konon, kalo kita terjadi regresi terus2an, berakhir pada “saat masih berada di rahim ibunda, rasanya lebih hangat, lebih nyaman, lebih aman, lebih…..”.

Kabarnya (kalo gak salah), kala terjadi ‘trend’ bunuh diri para abg di Jepang dekade 70/80an, penyebabnya adalah puncak regresi ini.



Bab IV :

yg gw mau bilang adalah…

Menghayati lomba (nyanyi, film, iklan, dsb.) bila dengan semangat to have, pasti berakhir dengan ‘kematian’. Tanda2 kematian adalah memaki, marah, menggerutu, bersungut2, menangisi/mengasiha ni diri, dan berbagai munculnya enerji negatif. Tanda2 kematian yang lain (bila berjaya) adalah kesombongan, cari pengakuan, bikin panggung untuk mengumpulkan tepuk tangan, mencibir pada sesama, menuntut naik gaji, dan semacamnya.

Namun jangan mengabaikan semangat to have, karena akan jadi enerji untuk selalu dan selalu mengejar kemenangan, termasuk yang berujud piala/tropi (jadi, penting juga dong semangat to have ini… Entahlah, gw bukan Erick Fromm sih.).



Namun kayaknya lebih asyik menghayati lomba dengan semangat to be. Bersama kemenangan atau kekalahan tetap to be. Bahkan kita bisa bersama kemenangan orang lain (rival) untuk to be. Yang menang Thailand , Singapore , Berbagi Suami, Jailangkung… yang penting to be ! Di situlah awal progresi (kebalikan regresi).



Hmmm… gw demen kata2 Rendra : “bencana dan keberuntungan sama saja”.

Gw juga demen postingan Iwan Esjepe bahwa lomba harus dihayati sebagi games yang menyenangkan, bukannya pertaruhan hidup dan mati.

Namun dengan asumsi adanya semangat to be yang progresif….



I love you all….

(love adalah semangat kehidupan yang progresif dan to be banget !)


Catatan pemilik blog:

Tulisan ini di-copy paste dari sebuah posting di milis Creative Circle Indonesia tanpa melalui proses editing. Gw kira isinya akan aktual untuk berbagai hal dalam kehidupan. Semoga kita bisa sama-sama menyerap manfaatnya.

No comments:

IBX5899AACD4E772