Saturday, December 24, 2005
Sunday, December 18, 2005
ABRE LOS OJOS
Tuntaslah sudah petualangan gw seminggu lebih mengarungi Jiffest. Penyelenggaraan kali ini, menurut gw memang paling seru. Alhasil, dalam 8 hari gw berhasil menyaksikan 16 film mancanegara yang rata-rata gw nilai bagus atau bagus sekali. Satu film yang direncanakan gagal ditonton yaitu The Saddest Music in The World dan gw kecewa dengan sikap panitia dalam hal ini.
Hal lain yang gw sesalkan adalah kegagalan menonton film-film pendek dan dokumenter yang gw rencanakan gara-gara jadwalnya jadi bentrok dengan jadwal film yang tiketnya gw beli atau gara-gara ada pekerjaan yang tidak bisa gw tinggalkan. Yang gagal tertonton itu antara lain From The Cabinet of Des Alwi, S Express Philipines dan Indonesia, Commandante, The Decent Company, The punks are Alright, Mad Hot Ballroom, Bride Kidnapping in Kyrgyztan, Prostitution Behind The Veil dan Highway Coutesans. Jadi kalau ada info screening talong kabar-kabari ya! Selain itu gw juga gagal ikut Film Critique Workshop with Tony Rayns. Gagal ketemu orang Binger. Wuihhh ternyata banyak juga kegagalannya ya.
Yang paling menarik dari Jiffest bagi gw bukan sekedar dapat tontonan dengan harga murah, melainkan lebih pada kesempatan untuk menyaksikan berbagai kehidupan di dunia yang lain. Selama ini gw mungkin cukup terbiasa menyaksikan film-film Indonesia, Amerika, Inggris, Spanyol, Meksiko, Perancis, China (dan varian-variannya) dan Irlandia. Walaupun sudah cukup sering menyaksikan film-film dari negara lain tersebut, kadang kala masih juga selalu terselip rasa kagum terhadap bagaimana tiap orang di negara-negara yang berbeda itu memaknai sebuah perjalanan bernama HIDUP.
Namun lewat Jiffest, hobi gw itu seperti diberi ekstra. Maka jadilah gw selalu menyukai Jiffest. Tahun ini gw berhasil menonton film-film dari negara yang tak pernah terpikirkan oleh gw. Gw bisa menyaksikan film dari Chili, Kazakstan, Jerman, Hungaria, Ceko, Belanda, Italia, atau bahkan film yang keliling Amerika.
Begitu serunya menyaksikan negeri-negeri Amerika Selatan terutama Peru lewat petualangan Che Guevara dalam Motorcycle Diaries. Lucunya melihat kediktatoran Korea Selatan jadi bahan banyolan habis-habisan dalam The President's Barber. Atau sebaliknya, pahitnya melihat kediktatoran menjadi pemusnah sebuah persahabatan kanak-kanak dalam Machuca. Atau ironinya menjadi diktator seperti Hitler dalam The Downfall. Tak kalah asyiknya menyimak a lost and found adventure dalam perjalanan darat dari Perancis menuju Mekkah lewat Le Grand Voyage. Plus, dunia-dunia yang tak pernah terpikirkan oleh gw seperti ketulusan dan keteguhan memegang amanah dalam Dunia Cowboy di perbatasan Amerika-Meksiko dalam The Three Burials of Melquiades Estrada dan kehidupan para pekerja transportasi umum seperti dalam Kontroll. Nasih banyak lagi pelajaran yang bisa gw petik.
Intinya, gw senang telah bisa membuka mata selama seminggu ini untuk membangun empati kepada HIDUP dan KEHIDUPAN di beberapa penjuru dunia. Belajar tentang hal-hal besar dalam hidup seperti kepasrahan, kerja keras, ketulusan, kebesaran hati, pengorbanan dan banyak pelajaran lainnya. It made me feel so little. And because of that I am willing to see the world a lot more. Gw ingin selalu dapat kesempatan untuk membuka mata seperti ini.
What A Wonderful World
Louis Armstrong
I see trees of green, red roses too
I see them bloom for me and you
And I think to myself what a wonderful world.
I see skies of blue and clouds of white
The bright blessed day, the dark sacred night
And I think to myself what a wonderful world.
The colors of the rainbow so pretty in the sky
Are also on the faces of people going by
I see friends shaking hands saying how do you do
They're really saying I love you.
I hear babies cry, I watch them grow
They'll learn much more than I'll never know
And I think to myself what a wonderful world
Yes I think to myself what a wonderful world.
Monday, December 12, 2005
PETROLOGO
Tadi malam, tanpa sengaja gw menyaksikan acara launching logo baru Pertamina di salah satu televisi swasta. Acara ini segera menarik perhatian gw karena dua hal. Pertama, basically, di antara keluarga gw, sedikit banyak ada yang bekerja untuk Pertamina. Eh, tepatnya banyak dan turun temurun. Untunglah, untuk garis gw, bokap memutuskan jejaringnya lebih dulu. Kedua, karena ada Thessa Kaunang. Untuk alasan kedua sih, gw nggak perlu menjelaskan panjang lebarlah.
Paginya gw baru tahu kalau logo itu berharga US$ 250.000 atau senilai Rp. 2.500.000.000,- Untuk sosialisasinya akan menelan biaya Rp. 20.000.000.000,- Wow! Pertamina gitu lho? Pertanyaan-pertanyaan pun secara luas berkembang untuk menanggapi penggantian logo yang nilainya sangaaaaatttt mahal itu. Banyak yang sinis, termasuk gw.
Bung Kepra di CCI lalu mengajukan pertanyaan,"First Thing First. Ganti logo itu dalam beberapa hal memang penting. Kita bisa diskusi panjang lebar soal ini. Apakah Pertamina sudah saatnya ganti logo? Adakah sebuah prasyarat yang musti dicapai sebelum sebuah institusi memutuskan untuk mengganti logonya?"
Gw langsung merespons. Menurut gw, sementara di satu sisi, kita mengaku kekurangan anggaran untuk import BBM. Di sisi lain perusahan minyaknya menghamburkan duit sedemikian besar untuk ganti logo. Apakah se-urgent itu?
Bayangkan angka sedemikian besar untuk membuat logonya saja. Berapa besar lagi yang akan dibuang untuk mengaplikasikannya di berbagai media sampai di pom-pom bensin. Di setiap pom bensin kan ada gambar kuda laut yang harus segera di-take out dan diganti dengan logo baru. Coba kalo dana itu dijadikan dana subsidi untuk rakyat miskin, maka akan sanggup memberikan dana subsidi tambahan sebulan lagi untuk 225.000 kepala keluarga. Tapi mungkin memang lebih baik dipakai untuk ganti logo daripada dimakan sendiri.
Lalu, Bung Kepra membalas lagi lewat e-mail selanjutnya. "Apakah Pertamina sudah saatnya ganti logo? Ini pertanyaan untuk Pertamina, dikaitkan dengan First Think First. Apakah logo adalah hal yang teramat penting untuk segera dibenahi di Pertamina? Tidak adakah hal yang lebih penting lainnya, yang urgensinya melebihi ganti logo? Belum lagi hal-hal lain seperti yang disampaikan oleh Ei Sulaksmono, dalam kaitannya dengan konsekuensi setelah Pertamina ganti logo. Mengapa hal ini saya tanyakan? Hal ini saya tanyakan mengingat bahwa BBM adalah issue yang paling hangat di Indonesia. Dan setahu saya, Pertamina berhubungan erat dengan BBM. Sama ada kata MINYAK dalam singkatannya. Ada yang bisa kasih pencerahan dari sisi kehumasan yang lebih luas? Apakah pergantian logo ini tidak akan berdampak negatif? Atau justru positif?" (koreksi Bung Kepra: Sukmolelono, bukan Sulaksmono)
Bukannya gw tidak mendukung pekerjaan kreatif. Tapi hanya berusaha untuk berpikir komprehensif terhadap segala hal. Rupanya tidak cuma gw yang berpikir gini. Meneg. BUMN dan KPK kini tengah mempersiapkan pemeriksaan perihal ganti-mengganti logo ini. Semoga saja ketemu titik cerah, dalam hal apapun.
Falling Angels
Nitin Sawhney
it's a time for grown up boys
to make a mess of prety things
to lose yourself and find
a peace in your good-bye
I lost my faith in you
to distant dreams of true
nothing here redemes me
no angels to release me
[CHORUS]
unchain my falling angels
unchain my falling angels
to chain me
the shadows burry me
in rusty memories
hopes for inside
my angels call good-byes
you lost that photo-album smile
to memories fadded ,fadded,fading...
shall we fade child?
Subscribe to:
Posts (Atom)