Friday, June 11, 2010
World Cup 2010 – Pesta Pora Sepak Bola
Beberapa jam lagi kita akan menyambut tontonan olahraga terbesar di planet ini, dan sah rasanya untuk mengatakan bahwa semua orang akan terkena demam Piala Dunia. Suka ataupun tidak suka dengan sepak bola.
Banyak yang menilai bahwa penyelenggaraan kali ini adalah World Cup terbesar yang pernah dilihat karena berbagai alasan. Saya pribadi menilai begitu, karena fakta ajang prestisius ini diadakan di Afrika Selatan.
Tentu saja saya bukan orang Afrika Selatan, bahkan bukan orang Afrika sama sekali, tapi Anda memang akan mencintai benua ini. Semangat, energi, dan warna-warni dukungan, semuanya mengarah ke sebuah momen luar biasa dalam sejarah sepak bola.
Ketika Afrika Selatan diberi kepercayaan menyelenggarakan event besar ini, sejumlah pihak mengkhawatirkan beberapa hal dari negeri ini. Apakah stadion akan siap, atau akankah mereka sanggup membangun infrastruktur yang cukup dan tepat waktu, mengingat statusnya masih negara berkembang. Sepuluh tahun setelah diputuskan oleh FIFA, kini kita menyaksikan negara ini sudah siap berdiri di bawah lampu sorot dan menyambut seluruh warga dunia penggemar sepak bola.
Tapi ini lebih dari sekedar sepak bola bagi masyarakat Rainbow Nation ini. Pembangunan yang menonjol selama dekade terakhir di negara itu telah menjadikan negara ini sebagai tempat yang lebih stabil dan diperhitungkan sebagai salah satu negara terpandang di dunia. Jutaan Rand (mata uang Afrika Selatan) telah dihabiskan untuk jalan raya, bandara, layanan kereta api, hotel dan restoran kelas satu, dan banyak lagi. Semua ini akan tetap di sini meskipun gerbong World Cup 2010 telah berlalu. Hal ini akan meningkatkan kemampuan finansial negara sepuluh kali lipat.
Peluang bisnis akan bersemi di negeri ini sepanjang bulan ini ke depan, dari orang-orang menjual barang palsu murah, sampai menyediakan taksi murah untuk jutaan pengunjung di negeri yang indah ini. Pokoknya cukup banyak manfaat ekonomi tercipta dari event ini. Kalau begitu, sekarang mari bicara soal orang-orangnya.
Di sebuah negara miskin, kemiskinan dan kriminalitas tinggi adalah hal yang sudah jamak terjadi. Tetapi kita juga harus bicara tentang orang-orang Afrika Selatan yang kuat dan tangguh. Mungkin masih ada sedikit anggapan tentang permusuhan rasial, tetapi Anda harus ingat, negara ini masih hidup di bawah hukum apartheid sampai dua puluh tahun silam. Sejauh ini, insiden karena masalah ini semakin kurang dan kurang sering terjadi, seiring perjalanan waktu. Mereka seolah-olah tengah berusaha menebus kesalahan dan jurang kesenjangan hitam-putih pun kini semakin menyempit.
Waktu telah menjadi penyembuh yang hebat bagi negara ini. Saya menduga dalam lima puluh tahun ke depan, Afrika Selatan akan menjadi salah satu tempat yang populer dan nyaman dikunjungi di dunia. World Cup berhak diakreditasi untuk hal ini.
Sekarang soal sepak bola, jika Anda tidak tahu apa yang mau diharapkan dari negeri ini, maka harapkan saja kehebohannya. Suara vuvuzela akan menggema di telinga Anda. Harapkanlah warna-warninya, harapkanlah gairahnya, tapi di atas segalanya harapkanlah sebuah pesta-pora sepak bola!
Orang-orang Afrika terkenal sebagai orang-orang yang selalu tampak bahagia, apapun masalah yang menimpanya. Orang-orang hebat yang gemar bersenang-senang dan mengekspresikan diri. Jika Afrika Selatan bisa keluar dari wajah suramnya setelah ini - dan saya benar-benar berharap mereka berhasil, maka pesta pun akan melampaui rentang waktu World Cup 2010 ini. Pesta yang terus menerus berkembang semakin besar
Orang paling hebat di Afrika Selatan adalah Nelson Mandela dan malam ini dia akan hadir di upacara pembukaan. Bukan hal yang tidak mungkin terjadi kalau orang yang telah menarik negara ini dari apartheid akan menjadi orang yang akan menendang bola perdana untuk memulai sebuah pesta dalam merayakan Afrika Selatan baru. Sayang sekali, akhirnya kita tahu bahwa Nelson Mandela tidak berhasil datang ke acara itu, karena sedang dilanda duka cita. Sayang sekali. Tetapi hei, World Cup sudah dimulai. So, let the party begin!
Image diambil dari http://www.telegraph.co.uk/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment