Monday, January 23, 2006
RUSHDY dalam kenangan
Mengenang M. Rushdy Natsir sungguh tidak sulit. Dia adalah seorang sahabat yang sangat manusiawi. Lengkap dengan berbagai kekesalan yang dia ciptakan, dengan kelucuan-kelucuan polahnya dan kebaikan-kebaikannya. Justru karena itulah, dia begitu lekat dalam kenangan. Kini ketika dia pergi, saya kehilangan cara untuk menghilangkannya dari pikiran saya. Bagaikan sebuah film, semua hari-hari yang pernah saya habiskan bersamanya seolah-olah diputar ulang di hadapan saya. Dan semuanya lagi-lagi mengantar jatuhnya airmata saya, entah untuk kali ke berapa, sejak weekend kemarin.
Ketika film Soulmate garapan Sekar Ayu Asmara beredar di pasaran beberapa bulan yang lalu. Kontan saya terkenang Rushdy. Bukan karena apa-apa, tapi teman saya ini dulu pernah menuliskan nama saya dengan tulisan soulmate di ponselnya. Tentu tidak ada apa-apa di antara kami. Kalau tidak percaya, baca saja testimonialnya dan testimonial saya untuk dia di friendster. Waktu itu dia memutuskan menulis kata-kata itu, karena terlalu banyak persamaan antara saya dan dia. Saking banyaknya, dulu kami sampai takut sendiri karenanya.
Rushdy berpulang ke rahmatullah pada Jum’at malam pukul 23.00 karena penyakit radang otak kronis yang dideritanya. Sialnya, dua kali terakhir dia masuk rumah sakit, saya sama sekali tidak berkesempatan untuk menjenguknya. Saya mencoba menelponnya beberapa kali, namun ponselnya selalu dimatikan, saya telepon ke rumahnya, selalu dijawab bahwa Rushdy sedang sakit, tanpa pernah ada penjelasan lebih lanjut soal penyakitnya. Hanya beberapa SMS saja yang kadang kala dibalas dengan singkat. Sampai Sabtu dini hari lalu, sebuah SMS singkat dari Ve Fauzia masuk ke ponsel saya membawa kabar duka itu. Saya masih tidak percaya. Saya minta Ve menjemput saya di depan Blok M Plaza. Knowing Rushdy yang jail, saya masih membayangkan kalau berita itu cuma lelucon dan Ve datang menjemput saya bersama Rushdy yang sudah tertawa terbahak-bahak di dalam mobil. Tetapi ternyata tidak demikian adanya. Ve hanya datang dengan mata yang sembab dan itu cukup buat saya untuk meyakini bahwa berita ini benar adanya.
Hidup dan berteman dengan Rushdy sungguh bukan sesuatu yang asing. Kami bisa bertengkar karena berbagai hal. Lalu beberapa waktu tidak saling menghubungi. Dia dan saya sama-sama keras kepala, sama-sama perhitungan, sama-sama sensitif dan suka mengatakan orang lain sensitif, suka sama-sama mupenk pada cewek yang sama de el el, de el el. Setiap kali badai usai, kami pasti akan pesta kebut-kebutan semalam suntuk yang pasti sangat menyenangkan. Sesudah itu mulai bicara segala hal lagi dan mengerjakan berbagai hal lagi bersama-sama. Kami mulai membicarakan foto-foto di FHM, berburu film-film bagus yang sudah keluar DVD-nya, pesta lagi, mabuk lagi, terus rebutan cewek lagi, terus berantem lagi, terus baikan lagi, terus saya kesal lagi pada bos saya dan curhat pada Rushdy, lalu Rushdy kesal pada bos-nya dan curhat pada saya hingga tenang. Lalu saingan banyak-banyakan teman di friendster, saingan banyak-banyakan testimonial di friendster. Keluh kesah lagi, pujian lagi, pesta lagi, bahagia lagi, lalu nasihat lagi dari dia, supaya saya mengurangi kebiasaan buruk saya. Tapi lalu kami kebut-kebutan lagi, rave party lagi, sampai dia sakit lagi.
Sebelum dia sakit untuk yang terakhir kalinya, Rushdy sempat mengirim SMS minta tolong dicarikan majalah MAXIM edisi pertama, karena dia terlewat membeli di tukang majalah. Dia bertanya mungkinkah the power of ewink (ini bahasanya Rushdy banget) diandalkan untuk mendapatkan majalah itu. Beberapa hari kemudian, saya menjawab bahwa saya sudah bisa mendapatkan majalah itu dan mengajak dia pergi mengambilnya bersama-sama. Lalu dia menjawab, kalau dia sedang sakit. Terakhir kali kami bicara, ketika saya akhirnya menemukan film Sex is Comedy di sebuah tukang DVD pinggir jalan. Saya menawarkan untuk membelikan dia 1 copy kalau dia belum punya dan Rushdy mau. Dia berencana mampir ke kantor baru saya, tapi belum terlaksana hingga detik terakhir. Masih banyak rencananya untuk saya dan rencana saya untuk dia yang belum terlaksana. Pertemuan terakhir kami pun hanya sekilas saja. Memang kerasnya jalan hidup Jakarta terkadang membentang jarak satu spasi antara kami. Tapi segera cair, cukup dengan satu kali telepon saja.
Sabtu dini hari saya langsung berangkat ke rumahnya bersama Erico dan Ve untuk menyatakan dukacita pada keluarganya. Saya melihat Rushdy terbaring di tengah ruangan, ditutupi selapis kain belacu putih dan selapis kain batik. Di balik kain belacu putih itu, tampak wajahnya begitu mungil. Saya tidak bisa menengok ke balik kain itu, tetapi saya bisa membayangkan betapa perih dia menjalani saat-saat terakhirnya. Saya tidak mampu menahan airmata saya. Saya duduk di sana dan mohon maaf padanya, karena saya tidak bisa menemani di saat-saat terakhirnya. Namun airmata saya benar-benar tak terbendung di pemakamannya. Rushdy dimakamkan di lubang yang sama tempat kakeknya, M. Natsir – seorang pahlawan/mantan perdana menteri Indonesia - dikuburkan. My dearest best friend has gone forever.
Rushdy berulang tahun pada 14 Januari lalu. Saya mengirim dia SMS. Happy Birthday my Best Friend. Have a GREAT life ahead. SMS itu delivered beberapa hari kemudian, tapi tak ada balasan apapun. Saya mengira dia masih sakit. Saya berencana untuk meneleponnya, tetapi lagi-lagi tidak terlaksana. Sepulang dari pemakamannya, saya mencoba bekerja di kantor. Tapi semua usaha gagal dan saya menjadi sangat menderita. Semua ingatan melayang-layang dan kembali tentang Rushdy. Rasanya mengganggu sekali. Saya teringat hari pertama saya kenal dengannya. Saya ingat semua yang pernah kami jalani. Semua diputar kembali seperti sebuah film. Saya teringat betapa banyak janji, rencana dan hutang yang belum saya bayarkan padanya. Duh Rushdy, maafkan temanmu ini yah.
Tidak terlalu banyak kematian yang pernah saya saksikan di sekitar saya. Sehingga saya sungguh tidak siap menghadapi kematian Rushdy ini. Saya masih punya setumpuk pertanyaan tentang fenomena bernama kematian. Misalnya saja, if life is so important then why life is so fragile? Sehingga begitu berat menerimanya. Namun saya tidak bisa menolaknya. Saya hanya ingin minta maaf padanya atas tiap perbuatan saya yang tidak disukainya. Saya juga ingin berterima kasih padanya untuk dunia yang telah diperkenalkannya bagi diri saya. Hidup saya tidak akan pernah sama tanpa kehadiran Rushdy di dalamnya. Saya berterima kasih pada Rushdy, untuk semua yang dia bawa dan dia berikan dalam hidup saya. Saya hanya bisa berharap semoga dia mendapatkan segala hal baik, dalam apapun perjalanan yang dihadapinya sesudah kehidupan dunia yang fana ini.
Kini, meskipun caller-ID Rushdy di YM saya tidak akan pernah nyala lagi. Walaupun teman dan testimonialnya di friendster tidak akan bertambah lagi. Biarpun namanya di ponsel saya tidak akan berdering lagi. Semua belum akan saya hapus dan mungkin tidak akan saya hapus. Biar waktu saja yang akan menghapus...
Good bye Rushdy. It’s been my treasure to ever know such a good friend and person like you. I will be missing you always…
My One True Friend
© Bette Midler
Oh, is it too late to say
How you made my life so different in your quiet way
I can see the joy in simple things
The silent sky
And all the songs we used to sing
CHORUS
I have want, and I have prayed
I could forgive
And we could start again
In the end
You are my one true friend
Verse 2
For all, all the times you've closed your eyes
Allowing me to stumble or to be surprised
By life
With all its twists and turns
I made mistakes, you always knew that I would learn
And when I left, it's you who stayed
You always knew that I'd come home again
In the end, you are my one true friend
Though love may break, it never dies
It changes shape through changing eyes
What I denied I now can see
You always were the light inside of me
I know, I know, I know, I know it was you...
CHORUS
I have want, and I have prayed
I could forgive
And we could start again
In the end
You are my one true friend
My one true friend
I always, always knew
I always knew that it was you
My one true friend
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment