Wednesday, November 09, 2005
DO'A
(sebuah jahitan setelah berbincang dengan Tulang Boris, Bucin, Izzat, Rezqoi, Apin dan Rosa secara terpisah dan setelah membaca Cermin Merah karya N. Riantiarno)
Suara Orgel bergema. Aku tertegun. Tak pantas aku masuk ke rumah pendoa. Sementara mereka terus berdoa. Bersorak sorai memuja the ultraconciousness. Awalnya aku bersembunyi. Namun akhirnya aku mulai buka suara. Makin lama makin lantang. Aku berdoa!
Sambil berdoa aku menghantam dada berkali-kali dengan hantaman yang semakin keras. Aku ingin semua himpitan melompat keluar. Wajah lahirku tetap kering, namun wajah batinku basah kuyup bersimbah air mata. Aku ingin lepas, keluar dari rasa takut yang memburu-buru dengan bengis. Aku ingin bebas dari ketakutan. Ingin mengusir semua bayangan aneh yang mengganggu.
Aku berlutut di sebuah pancuran air. Aku basuh seluruh wajahku. Aku seperti membaluri kening, mulut dan dadaku dengan air suci. Seolah-olah aku ingin mencuci bersih semua kebingungan ini dari otakku.
Banyak orang datang ke rumah doa itu. Ada yang datang berdoa sebagai kewajiban rutin. Ada pula yang datang hanya untuk bereksebisi. Memamerkan pakaian terbaru padahal hatinya tidak baru. Aku tidak memakai pakaian baru, meskipun hatiku juga tidak baru. Aku adalah jenis terburuk yang datang ke tempat itu.
Kalau aku datang berdoa untuk minta tolong. Habis sudah daya upayaku. Tidak setiap hari aku berdoa. Aku hanya berdoa kalau kepepet. Dan kali ini, aku datang padamu karena aku butuh. Selama ini aku hanya berdoa jika kebetulan ingat. Dan tidak setiap hari aku ingat kepadamu. Tidak setiap hari aku membuka hati. Hari ini aku berdoa di depanmu dengan sangat khusuk. Kuserahkan jiwa raga.
Aku ingin hati tenteram. Ingin hidup normal seperti masa kecil. Ingin keluar dari belantara yang menyesatkan. Aku sudah kehilangan banyak hal yang kusayangi. Aku sudah kehilangan harta paling berhargaku, jiwaku sendiri. Aku ingin mengambil kembali harga diri yang sudah kubuang ke got. Ingin diberi petunjuk dan jalan yang benar agar bisa keluar dari lingkaran setan. Kembalikan lagi kegairahan, ketentraman, kebahagiaan dan kegembiraanku. Kembalikan semua yang dulu pernah jadi milikku. Aku Memohon. Meminta dengan tangis mengiba.
Aku berdoa tanpa ujung pangkal. Aku kehilangan kata-kata. Aku merengek seperti bayi meminta susu. seperti pengemis berharap sedekah. Aku meraung-raung dalam keperihan. Mulutku berdoa, hatiku berdoa, tanganku berdoa, mulutku berdoa, bahkan rambutku berdoa.
Hidup ternyata hanya sebuah lingkaran. Tak ada awal tak ada ujung. Langkah di tempat sering disebut langkah maju. Ke mana pun bergerak, pada suatu saat kita akan tiba lagi di titik awal gerak itu. Pengulangan yang membingungkan. Aku kembali dijerat suasana yang persis sama. Kemana harus menghindar? Kilas balik yang kualami mungkin terjadi hanya sedetik, sesaat, sekejapan mata. Aku tidak ke mana-mana.
Kini, kumenanti sang jawab...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment